alinea interactive report

Berpacu Menuju SuperApp

Please Wait ...

alinea.id
up
superapp air
mainpoto

Pada mulanya adalah ide sederhana: bagaimana caranya memesan alat transportasi secara lebih mudah, cepat dan tarif lebih pasti. Kini, Gojek dan Grab berkembang dari sekadar aplikasi pemesanan ojek dan taksi menjadi aplikasi super. Menggabungkan puluhan layanan berbeda dalam satu aplikasi, keduanya memproses ratusan juta transaksi per hari. Valuasi kedua perusahaan ini sama-sama sudah lebih dari Rp120 triliun.

gvg
jalanan motor
helm jaket

Perusahaan taksi konvensional, awalnya, membencinya. Banyak tukang ojek pangkalan memusuhinya. Tapi, masyarakat menyukai dan membutuhkannya karena lebih cepat, lebih murah. Agaknya, sulit untuk melebih-lebihkan seberapa besar Gojek dewasa ini jika mengingat langkah pertama mereka pada 2010 lalu. Ia berangkat dari hal yang sangat sederhana: memesan jasa ojek dengan sistem call center. Nadiem Makarim, pendiri Gojek, bahkan tak punya pengetahuan teknis untuk membuat aplikasi.

Banyak orang tak tahu bahwa Gojek sebenarnya berawal dari ide sederhana dan dieksekusi dengan cara yang sangat konvensional. Perusahaan yang berdiri tahun 2010 ini mengandalkan pemesanan melalui call center sampai tahun 2015. Ide untuk membuat aplikasi baru muncul setelah mereka kewalahan mengelola banyaknya permintaan.

Perubahan besar terjadi sejak 7 Januari 2015. Gojek merilis aplikasi di iOS dan Android. Awalnya, aplikasi ini hanya punya layanan pemesanan ojek saja. Untuk menarik pengguna, Gojek, saat itu, memberi promosi besar-besaran. Jauh-dekat, tarifnya sama saja.

nadiem
q “Bayangkan, operasi (Gojek) tanpa aplikasi mobile. Butuh sedikitnya 20 menit untuk menyelesaikan transaksi. Salah satu problemnya adalah, tidak semua driver punya pelacak GPS. Ketika itu saya sadar, satu-satunya cara untuk mengekspansi Gojek adalah harus punya aplikasi selular,” ujar Nadiem, seperti dikutip Tempo (3/11/2015).

Awal kemunculan aplikasi Gojek tidaklah mulus. Banyak keluhan disampaikan pengguna. Gojek seringkali crash, atau penumpang kesulitan mendapat pengemudi, terutama saat hujan dan jam-jam ramai, saat pulang kerja, misalnya.

Nadiem dengan serius mengasuh aplikasi perusahaannya. Teknisi dari India dia datangkan untuk membereskan bug di aplikasi Gojek. Hasil kerja sama itu berbuah manis. Dalam kurun waktu Januari-Oktober 2015, Gojek mampu menghadirkan 14 layanan secara bertahap.

Perjalanan Gojek sampai di titik sekarang bukannya tanpa rintangan. Pada periode 2015-2016, mereka diterpa krisis besar. Gojek tidak diterima di berbagai wilayah, utamanya di pangkalan ojek konvensional. Sampai akhirnya pada 17 Desember, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan melarang operasi ojek online dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor UM.3021/1/21/Phb/2015. Kendati begitu, kebijakan ini menuai kritik dari kalangan pengguna dan Presiden Joko Widodo. Dua belas jam setelahnya, larangan ini dicabut Jonan.

Intimidasi di akar rumput terus berlanjut, utamanya dari ojek konvensional yang tidak mau lahannya diambil Gojek. Tiap kali Gojek membuka rekrutmen di kota-kota lain di luar Jabodetabek, hal serupa berulang, sampai menimbulkan korban. Puncaknya adalah saat pengemudi taksi berdemonstrasi besar-besaran di Jabodetabek 14 dan 22 Maret 2016. Demonstrasi ini adalah butterfly effect dari para pengemudi taksi Perancis yang melakukan hal serupa terhadap Uber. Gojek yang memiliki layanan Gocar untuk mengakomodasi kebutuhan pemesanan transportasi mobil pun, terkena imbas. Krisis tersebut akhirnya bisa Gojek lewati setelah berbulan-bulan lamanya.

unitop
unitop
q

“Pada awalnya kami tidak pernah berpikir bahwa kami akan memiliki sejuta pengemudi, banyak orang memiliki ide yang sama, tetapi apa yang kami lakukan berbeda. Kami benar-benar memiliki keberanian untuk mengambil semua cara, dan ketika Anda menaruh kepercayaan dan insentif kepada sekelompok orang yang sebagian besar diabaikan oleh masyarakat.

Hal itu menciptakan rasa kebanggaan yang kuat dan rasa memiliki secara alamiah (bagi driver). Driver kami adalah pelanggan kami juga. Kami tidak secara langsung mempekerjakan mereka, tetapi kami mencoba untuk memberi mereka sebanyak mungkin manfaat.

Kami memberi mereka asuransi kecelakaan penuh ketika mereka sedang bekerja, kami memberikan mereka asuransi kesehatan swasta dengan tarif termurah senasional, dan kami memberi mereka berbagai pelatihan keselamatan mengemudi,” jelas Nadiem, kepada CNBC (6/2018)

nadimvector

4 Agustus 2016 mungkin akan terus dikenang oleh pendiri dan karyawan Gojek. Pasalnya, pada saat itulah, mereka naik kelas menjadi startup Unicorn --perusahan dengan nilai lebih dari atau sama dengan US$1 miliar-- pertama di Indonesia. Dalam perjalanannya menjadi Unicorn, sejumlah kota besar telah Gojek sambangi. Bermula dari Jabodetabek, mereka kemudian berekspansi ke ujung utara pulau Sumatera hingga ke Kalimantan.

air
motor
logo

Salah satu layanan sampingan tersukses Gojek adalah GoFood. Go-Food tak hanya mendekatkan pengguna dengan penjaja makanan, tapi juga menciptakan pengusaha tanpa gerai. 

“Transaksi di Go-Food sepanjang 2018 capai angka US$2 miliar (Rp27,67 triliun),” kata Catherine Hindra Sutjahyo, Chief Commercial Expansion Go-Jek.

Sebelum era Go-Food, membeli penganan tidak pernah terbayangkan akan semudah ini. Ekosistem Gojek membantu memotong waktu antrean calon pembeli sembari memberi nilai tambah kepada pedagang. Ide besarnya adalah dengan menambahkan fungsi ojek sebagai penyedia jasa pengantar orang menjadi pengantar makanan. Natifnya adalah jasa transportasi, nilai tambahnya adalah aplikasi, lalu tercipta layanan antar jemput makanan.

Semua pasti pernah merasakan manfaat kemudahan ini. Berawal dari Go-Food, layanan Gojek yang lain terus berkembang. Contohnya adalah Go-Pay.

pay
hp

Gojek juga menjadi salah satu penggerak industri teknologi finansial di Tanah Air melalui Go-Pay. Ya, layanan Go-Pay dapat digunakan pada seluruh ekosistem Gojek. Bahkan untuk mendorong tingginya adopsi Go-Pay, pengguna mendapati tarif layanan yang lebih murah ketimbang metode pembayaran tunai. 

Go-Pay berkembang pesat sejak Gojek mengakuisisi PonselPay. Mulai dari sini, layanan Go-Pay aktif. Gojek tak perlu lagi mengurus perizinan dari Bank Indonesia karena PonselPay sudah mendapatkannya.

Setahun sesudahnya, dilansir dari Tek.id, Gojek kembali mengakuisisi perusahaan teknologi finansial lain, yakni Kartuku, Midtrans dan Mapan. Ini mereka lakukan untuk mendukung ekosistem Go-Pay di luar Gojek. Tak lama sesudahnya, kita banyak menemui QR Code untuk melakukan pembayaran menggunakan Go-Pay pada beberapa merchant di mal.

Puas mengembangkan bisnis di negara sendiri, Gojek akhirnya melebarkan sayap ke negara lain. Pada 13 September 2018, layanan ojek ini merambah Vietnam dengan nama Go-Viet. Nasibnya pun sama dengan Gojek ketika pertama kali hadir, masalah regulasi dan penolakan dari pengemudi konvensional mewarnai hadirnya Gojek di negara itu. Selanjutnya, Gojek mengaspal di Singapura. Tetapi di negara ini, ojek tidak bisa dijalankan karena terbentur aturan. 

Usaha penetrasi ke Filipina pun menemui kegagalan, lagi-lagi karena aturan yang belum memadai. Tak patah arang, Gojek mengarahkan kemudinya ke Thailand. Di negara ini. Gojek langsung diterima dengan nama Get.

air tinggal gojek

Gojek berkembang dari layanan pemesanan ojek secara konvensional menjadi super aplikasi.
Berikut tonggak penting Gojek:
Sumber

  • 13 Oktober 2010 :Gojek resmi berdiri dengan 20 pengendara. Sistem pemesanan menggunakan call center.
  • 7 Januari 2015 :Aplikasi Gojek di platform Android dan iOS resmi hadir.
  • 5 Maret 2015 :Hadir di Bali dengan 300 pengendara. Di Jabodetabek, jumlah driver mencapai 2.200
  • 1 April 2015 :Luncurkan layanan Go-Food
  • 13 April 2015 :Hadir di Bandung
  • 8 Juni 2015 :Hadir di Surabaya
  • Agustus 2015 :Perekrutan besar-besaran di Senayan. Jumlah pengendara meningkat menjadi 30.000
  • 7 Agustus 2015 :Hadir di Makassar
  • 23 September 2015 :Luncurkan layanan Go-Mart
  • 5 OKtober 2015 :Hadirkan layanan Go-Glam, Go-Massage, Go-Clean dan Go-Box
  • 28 Oktober 2015 :Luncurkan layanan Go-Busway
  • 8 Desember 2015 :Hadir di Jogja, Medan, Palembang, Semarang dan Balikpapan
  • 17 Desember 2015 :Transportasi online dilarang beroperasi oleh MenHub
  • 18 Desember 2015 :Layanan transportasi online diizinkan kembali
  • 29 Desember 2015 :Layanan Go-Tix diluncurkan
  • 12 Januari 2016 :Hadirkan pemesanan melalui Line
  • 19 Februari 2016 :
  • 14 dan 22 Maret 2016 :Aksi demonstrasi dari pengemudi taksi terhadap layanan transportasi online. Ada adu fisikdalam kejadian tersebut.
  • 19 April 2016 :Luncurkan layanan Go-Car
  • 9 Mei 2016 :Umumkan kerja sama dengan BlueBird
  • 26 Mei 2016 :Hadir di Malang, Solo dan Samarinda
  • 16 Juni 2016 :Resmi beroperasi di Manado
  • 20 Juli 2016 :Luncurkan layanan Go-Auto
  • Juli 2016 :Muncul isu peretasan terhadap akun Go-Pay pengguna Gojek
  • 4 Agustus 2016 :menjadi Unicorn, valuasinya mencapai US$1,3 miliar.
  • 13 September 2018 :Gojek resmi ekspansi ke Vietnam dengan nama Go-Viet
  • November 2018 :Gojek uji coba versi beta di Singapura
  • Januari 2019 :Gojek ditolak di Filipina dengan alasan terbentur regulasi
  • 11 Januari 2019 :Gojek resmi beroperasi di Singapura, setelah ditolak regulator Filipina.
  • 28 Februari 2019 :Gojek beroperasi di Thailand dengan nama Get
dana
grab

Grab merupakan katalisator sekaligus kompetitor alami Gojek di Indonesia. Perusahaan ride-hiling yang berbasis di Singapura ini hadir dalam model layanan berbasis aplikasi mobile di Indonesia pada Juni 2014. Awalnya, ia dikenal sebagai GrabTaxi. Model bisnis mereka adalah penghubung operator taksi ke pelanggan melalui fitur aplikasi di dalam smartphone.

Jejak awal ekspansi GrabTaxi sebelum masuk ke Indonesia sudah kami temukan di pemberitaan Tech In Asia 31 Juli 2013 silam. GrabTaxi, saat itu, sudah berekspansi ke Filipina dengan brand GrabTaxi. Dari mana dan bagaimana sebenarnya Grab berawal?

Ide awal Grab berasal dari Anthony Tan, bungsu dari tiga bersaudara dari konglomerat Tan Chong Motors, distributor Nissan di Malaysia. Saat temannya mengunjunginya di Malaysia, dia mendapat curhatan bahwa pengalaman menumpang taksi di Kuala Lumpur sangat tidak nyaman.

Sebelumnya, Anthony mengikuti workshop Garret Camp soal konsep ride sharing. Dia pun mengambil problem ini sebagai proyeknya saat berkuliah di Harvard Business School. Proyek ini meraih posisi kedua dalam Business Plan Contest di Harvard.

Meninggalkan posisi Head of Marketing di Tan Chong Motors, Juni 2012, Anthony pun merilis MyTeksi, embrio Grab di Malaysia bersama Tan Hooi Ling. MyTeksi beroperasi dengan dana awal sebesar US$25,000 dari Harvard Business School dan uang pribadi Anthony sendiri. Anthony menjadi CEO MyTeksi dan segera merapat ke operator taksi terbesar di Malaysia, tapi menerima respons negatif.

Tak hanya diremehkan bahwa dia tidak akan berhasil menjual aplikasi “bodoh” tersebut, pengemudi taksi akan mencuri smartphone yang akan mereka bagikan nanti. Anthony bahkan disuruh kembali ke bisnis keluarganya. Perusahaan taksi kelima yang dia ajak bicara, memberinya kesempatan untuk mengoperasikan 30 MyTeksi pertamanya.

Kepada Tech in Asia (27/82015), Nadiem memberi kredit kepada GrabTaxi bahwa aplikasi tersebut memang menjadi katalisator kesuksesan Gojek.

  • Juni 2012 Anthony Tan merilis MyTeksi di Kuala Lumpur
  • Juni 2013, MyTeksi telah mampu melakukan 10 ribu pemesanan per hari
  • Agustus 2013, Berekspansi ke Filipina dengan brand GrabTaxi
  • Oktober 2013, GrabTaxi berekspansi ke Singapura dan Thailand
  • Februari 2014, GrabTaxi berekspansi ke Vietnam
  • April 2014, mendapatkan investasi seri A dari Vertex Ventures sebesar US$10 juta
  • Mei 2014, Meluncurkan GrabCar, layanan taksi “plat hitam” mirip Uber di Malaysia dan Singapura.
  • Mei 2014, Mendapatkan Investasi seri B US$15 juta dari GGV Capital.
  • Juni 2014, Meluncurkan GrabTaxi di Jakarta, Indonesia.
  • Oktober 2014, Mendapatkan investasi seri C dari Tiger Global, Vertex Ventures, GGV, dan Qunar.
  • November 2014, Mencoba layanan GrabBike di Ho Chi Minh City, Vietnam.
  • Desember 2014, Mendapatkan investasi seri D sebesar US$250 juta dari SoftBank. Pada saat ini mereka telah memecahkan rekor pendanaan terbesar dalam periode 12 bulan di Asia Tenggara, hingga US$340 juta.
  • Mei 2015, GrabBike beroperasi di Jakarta, Indonesia.

Pendanaan seri B:

  • Juni 2015: Mendapat kucuran dana dari NSI Ventures. Jumlah tidak diketahui.
  • Oktober 2015: Sequoia Capital dan DST Global

Pendanaan Seri D:

  • Agustus 2016: investasi dari KKR, Warburg Pincus, Farallon Capital dan Capital Group Private Markets. Totalnya US$550 juta atau sekitar Rp7,2 triliun.
  • Memperoleh predikat sebagai unicorn karena valuasi mencapai US$1,3 miliar

Pendanaan Seri E:

  • Maret 2017: Mendapat kucuran dana dari Tencent sebesar US$100-150 juta
  • Agustus 2017: JD.com juga berinvestasi di Gojek sebesar US$100 juta.
  • Januari 2018: kucuran dana dari Google jumlah tidak diketahui
  • Februari 2018: Mendapat dana dari Astra International sebesar US$150 juta dan PT Global Digital Niaga jumlahnya US$100 juta.
  • April 2018: Allianz mengucurkan dana untuk Gojek sebesar US$35 juta.
  • Total investasi yang didapatkan Gojek di Seri E: US$1,3 miliar
  • Valuasi Gojek meningkat menjadi US$3,5 miliar

Pendanaan Seri F:

  • Maret 2019: kembali mendapat dana dari Astra International sebesar US$100 juta
  • Juli 2019: Mitsubishi Motors, Mitsubishi Corporation dan Mitsubishi UFJ Financial Group bergabung dalam pendanaan Gojek. Jumlahnya tidak diketahui.
  • Juli 2019: Gojek kembali menerima investasi. Kali ini dari Visa. Jumlahnya tidak diketahui
  • Agustus 2019: memasuki tahap diskusi pendanaan dengan Amazon.
  • Sejauh ini, total investasi yang didapatkan Gojek di Seri F adalah US$920 juta.
  • Valuasi Gojek meningkat menjadi US$8,6 miliar.

Investasi dan Akuisisi

Februari 2016:

  • Mengakuisisi C24 Engineering, perusahaan rekayasa perangkat lunak asal India.
  • CodeIginition, perusahaan pengembang aplikasi  di new Delhi juga diakuisisi Gojek di tahun 2016.

September 2016:

  • Mengakuisisi Pianta, startup lokal India yang menyediakan layanan kesehatan seperti terapi fisik, perawat, dan pengumpulan sampel untuk pemeriksaan laboratorium.

Oktober 2016:

  • Gojek mengakuisisi PonselPay perusahaan keuangan yang sudah memiliki lisensi uang elektronik dari BI untuk mengembangkan layanan Go-Pay.

November 2016:

  • Mengakuisisi LeftShift, startup India yang bergerak di bidang aplikasi Android, iOS, dan situs internet.

Agustus 2017:

  • Mengakuisisi LOKET, perusahaan yang bergerak di bidang ticketing dan event management untuk mengembangkan layanan Go-Tix.

Desember 2017:

  • Gojek umumkan akuisisi tiga fintech sekaligus, Kartuku, Midtrans dan Mapan untuk mendukung ekosistem Go-Pay di luar Gojek.

September 2018:

  • Gojek akuisisi Promogo, layanan pemasangan iklan di kendaraan.

Januari 2019:

  • Membeli Coins.ph, fintech berbasis blockchain asal Filipina yang memiliki layanan dompet digital. Modal yang dikeluarkan Gojek sebesar US$72 juta.

Juni 2019:

  • Gojek mengakuisisi AirCTO, perusahaan rekrutmen yang berbasis di Bengaluru, India.

Terhitung ada 11 periode akuisisi yang dilakukan Gojek.

tangan
grab

Grab merupakan katalisator sekaligus kompetitor alami Gojek di Indonesia. Perusahaan ride-hiling yang berbasis di Singapura ini hadir dalam model layanan berbasis aplikasi mobile di Indonesia pada Juni 2014. Awalnya, ia dikenal sebagai GrabTaxi. Model bisnis mereka adalah penghubung operator taksi ke pelanggan melalui fitur aplikasi di dalam smartphone.

Jejak awal ekspansi GrabTaxi sebelum masuk ke Indonesia sudah kami temukan di pemberitaan Tech In Asia 31 Juli 2013 silam. GrabTaxi, saat itu, sudah berekspansi ke Filipina dengan brand GrabTaxi. Dari mana dan bagaimana sebenarnya Grab berawal?

Ide awal Grab berasal dari Anthony Tan, bungsu dari tiga bersaudara dari konglomerat Tan Chong Motors, distributor Nissan di Malaysia. Saat temannya mengunjunginya di Malaysia, dia mendapat curhatan bahwa pengalaman menumpang taksi di Kuala Lumpur sangat tidak nyaman.

Sebelumnya, Anthony mengikuti workshop Garret Camp soal konsep ride sharing. Dia pun mengambil problem ini sebagai proyeknya saat berkuliah di Harvard Business School. Proyek ini meraih posisi kedua dalam Business Plan Contest di Harvard.

Meninggalkan posisi Head of Marketing di Tan Chong Motors, Juni 2012, Anthony pun merilis MyTeksi, embrio Grab di Malaysia bersama Tan Hooi Ling. MyTeksi beroperasi dengan dana awal sebesar US$25,000 dari Harvard Business School dan uang pribadi Anthony sendiri. Anthony menjadi CEO MyTeksi dan segera merapat ke operator taksi terbesar di Malaysia, tapi menerima respons negatif.

Tak hanya diremehkan bahwa dia tidak akan berhasil menjual aplikasi “bodoh” tersebut, pengemudi taksi akan mencuri smartphone yang akan mereka bagikan nanti. Anthony bahkan disuruh kembali ke bisnis keluarganya. Perusahaan taksi kelima yang dia ajak bicara, memberinya kesempatan untuk mengoperasikan 30 MyTeksi pertamanya.

Kepada Tech in Asia (27/82015), Nadiem memberi kredit kepada GrabTaxi bahwa aplikasi tersebut memang menjadi katalisator kesuksesan Gojek.

  • Juni 2012 Anthony Tan merilis MyTeksi di Kuala Lumpur
  • Juni 2013, MyTeksi telah mampu melakukan 10 ribu pemesanan per hari
  • Agustus 2013, Berekspansi ke Filipina dengan brand GrabTaxi
  • Oktober 2013, GrabTaxi berekspansi ke Singapura dan Thailand
  • Februari 2014, GrabTaxi berekspansi ke Vietnam
  • April 2014, mendapatkan investasi seri A dari Vertex Ventures sebesar US$10 juta
  • Mei 2014, Meluncurkan GrabCar, layanan taksi “plat hitam” mirip Uber di Malaysia dan Singapura.
  • Mei 2014, Mendapatkan Investasi seri B US$15 juta dari GGV Capital.
  • Juni 2014, Meluncurkan GrabTaxi di Jakarta, Indonesia.
  • Oktober 2014, Mendapatkan investasi seri C dari Tiger Global, Vertex Ventures, GGV, dan Qunar.
  • November 2014, Mencoba layanan GrabBike di Ho Chi Minh City, Vietnam.
  • Desember 2014, Mendapatkan investasi seri D sebesar US$250 juta dari SoftBank. Pada saat ini mereka telah memecahkan rekor pendanaan terbesar dalam periode 12 bulan di Asia Tenggara, hingga US$340 juta.
  • Mei 2015, GrabBike beroperasi di Jakarta, Indonesia.
saingan
air air

Persaingan sengit terjadi saat Grab meluncurkan layanan serupa Gojek, tahun 2015, di Indonesia. Saat itu pula, Gojek baru meluncurkan aplikasi ride-hilling mereka. Grab melihat, kesempatan untuk penetrasi di pasar Asia Tenggara adalah lewat GrabBike.

Uji coba GrabBike pertama kali terjadi pada akhir 2014 di Ho Chi Minh City, Vietnam. Cara kerjanya adalah dengan memanfaatkan fitur GPS dalam smartphone pengguna untuk memanggil ojek terdekat dengan posisi konsumen.

“Kami memang merencanakan layanan ini untuk area yang lebih luas, tapi untuk pengujian betanya, saat ini kami fokus pada area spesifik terlebih dahulu,” kata Cheryl Goh, VP of Marketing GrabTaxi saat diwawancara TechCrunch (20/5/2015).

Transportasi ojek memang tidak umum di Negara Barat seperti Amerika dan Eropa. Kendati begitu, transportasi lapis kedua ini sangat populer dan subur di wilayah Asia Tenggara.

Hanya saja, eksistensi pengemudi ojek ini di Asia Tenggara tidak masuk radar regulasi pemerintah, sehingga aturannya tidak jelas.

Kesuksesan GrabBike di Vietnam memberikan pemahaman kepada Grab untuk merangsek pasar Asia Tenggara lewat inovasi ini. Masih di tahun 2015, Grab mencoba melakukan pendekatan inovatif dengan membuka pusat penelitian dan pengembangan di Singapura bernilai US$100 juta. Di dalam fasilitas ini, Grab membawa 200 peneliti di bidang ilmuwan data.

Salah satu ahli di fasilitas Grab Singapura adalah Wei Zhu, mantan insinyur Facebook dan pencipta Facebook Connect. Dia bergabung ke Grab setelah keluar dari Facebook Agustus 2015.

Dilansir dari Tech In Asia, GrabBike pun hadir ke Indonesia dengan merekrut 8.000 mitra ojek dalam minggu pertamanya. Dengan teknologi yang lebih canggih dari Gojek, Grab menawarkan aplikasi yang lebih baik dan lebih user friendly pada awalnya. Hanya saja, pemain “impor” ini belum terlalu memahami pasar lokal. Fokus mereka masih soal memberikan layanan transportasi, sementara Gojek sudah memberikan beragam layanan pada tahun yang sama.

Gojek juga memahami pentingnya pusat penelitian dan pengembangan. Pada 2015, segera setelah mendapatkan pendanaan dari Sequoia Capital, perusahaan ventura dari India, mereka membuka Litbang di Bengaluru, India. Jaraknya hanya 7 km dari kantor pusat Sequoia Capital.

Dua perusahaan yang kini menjadi decacorn itu pun bertarung habis-habisan, tidak hanya di Indonesia, namun di kawasan Asia Tenggara. Pada April 2019, Nikkei menurunkan laporan bahwa Grab tengah mengumpulkan pendanaan sebesar US$2 miliar dari investor, untuk bersaing mempromosikan pembayaran digital dalam aplikasi mereka, khususnya di Indonesia, kandang musuh bebuyutan mereka, Gojek. Sebelum ini, Grab juga bertarung habis-habisan dengan Gojek di dalam bisnis pengiriman makanan di Indonesia.

Perang Grab dan Gojek ini melambungkan investasi keduanya. Dilansir dari Nikkei Asia, Grab kini memiliki valuasi senilai USD14 miliar, sementara Gojek USD10 miliar, berdasarkan CB Insight.

Data mitra pengemudi Grab

Timeline

Mitra Pengemudi

Oktober 2014

50.000

Oktober 2015

141.000

Januari 2016

200.000

Januari 2017

580.000

Juli 2017

1,1 juta

Januari 2018

2,3 juta

Desember 2018

2,5 juta

Data Jumlah Unduhan Aplikasi Grab

Timeline

Jumlah pengunduh

Oktober 2014

2,1 juta

Januari 2017

30 juta

Juli 2017

50 juta

Januari 2018

77 juta

Oktober  2018

109 juta

Januari 2019

130 juta

Data penumpang Grab

Timeline

Jumlah Penumpang

November 2017

1 miliar

Juni 2018

2 miliar

November 2018

2,5 miliar

Januari 2019

2,5 miliar

Perbandingan operasional Grab VS Gojek

Gojek

Grab

Jumlah pengunduh Aplikasi

125 juta (Januari 2019)

130 juta (Januari 2019)

Pengguna Aktif Bulanan

22 Juta (Mei 2019)

18 Juta (Mei 2019)

Mitra Pengemudi

2 Juta (Mei 2019)

7 juta (Juli 2018)

Lalu-lintas penumpang

100 juta (Januari 2019)

2,5 miliar (Januari 2019)

 Source craft.co

asiap
mapkuy

Dengan masuknya Gojek ke pasar Asia Tenggara. Secara resmi, Gojek menyatakan perang terhadap Grab yang lebih dahulu menggarap regional dengan potensi mencapai USD29 miliar ini.

  • Pertumbuhan ekonomi ride hailing di Asia Tenggara: 2015 (USD3 miliar), 2018 (USD8 miliar), tahun 2025 diperkirakan mencapai USD29 miliar. 
  • Pertumbuhan majemuk tahunan ride hailing: 2015-2018 (39%), 2015-2025 diperkirakan mencapai 29%. 
  • Grab memimpin pangsa pasar di Asia Tenggara pada Maret 2018
  • Pangsa pasar ride hailing: 
  • Online food delivery: 2015 (USD400 juta), 2018 (USD2 miliar), tahun 2025 diperkirakan mencapai USD8 miliar
  • Online Transport: 2015 (USD2,5 miliar), 2018 (5,7 miliar), tahun 2025 diperkirakan mencapai USD20 miliar. 
  • Layanan tersedia pada lebih dari 500 kota di Asia Tenggara. 
  • Jumlah pengguna ride hailing di Asia Tenggara: 
  • Pengguna harian: 2015 (1,5 juta), 2018 (8 juta)
  • Pengguna aktif: 2015 (8 juta), 2018 (35 juta)
  • Pertumbuhan ride hailing di Indonesia lebih besar ketimbang 5 negara lain di Asia Tenggara. 

alinea interactive report

Di Indonesia sendiri, pada tahun 2015, sektor ride hailing menyumbang sekitar USD900 juta. Jumlahnya meningkat di tahun 2018 menjadi USD3,7 miliar. Tahun 2025, sektor ride hailing diprediksi mampu menyumbangkan sekitar USD14 miliar pada ekonomi Indonesia. Persentase pertumbuhan ride hailing di Indonesia sendiri mencapai 58%.

Selain itu, sektor Online Food Delivery menyumbang sekitar USD1 miliar di tahun 2018. Pertumbuhan ini karena adanya pertumbuhan layanan GoFood yang masif.

Pertumbuhan fund raising ride hailing (Gojek dan Grab)

alinea interactive report

Dari 2016 hingga 2017, total dana yang dikucurkan untuk ride hailing lebih dari USD10 miliar, tepatnya USD11,3 miliar. Dana ini mengalir ke Grab dan Gojek. Investasi digunakan untuk menumbuhkan layanan online food delivery dan digital payment melalui akuisisi dan kerjasama.

Source : Google Temasek 2018

air
air

Perangkat telepon pintar mengubah kebiasaan dan gaya hidup seseorang. Dengan menggeser layar ponsel, memilih, dan mengklik di sebuah aplikasi, seseorang bisa melakukan banyak hal, seperti berbelanja, membeli makanan, mengirimkan barang, memesan transportasi, dan bahkan membayar listrik.

Konsep bisnis seperti ini dikenal dengan aplikasi super (super app)—aplikasi penyedia semua layanan dalam satu platform.

air
air

Pelopor konsep layanan super app ini adalah WeChat, aplikasi buatan Tencent Holdings, China. Situs wedodesign.com.au menyebut, ketika diluncurkan pada 2011, WeChat hanyalah aplikasi yang menyediakan layanan pesan berbasis teks. 

tanganSeiring berjalannya waktu, layanannya semakin bertambah, dari panggilan suara (voice call) hingga moments—fitur untuk mengetahui berita terbaru dari orang-orang yang masuk kontak pertemanan.

Inisiatif WeChat bukan hanya di media sosial. Mereka juga memperkenalkan aplikasi mini yang bertujuan mendorong para penggunanya melakukan 10.000 langkah. 

Ada kartu petunjuk di dalam aplikasi mini, yang menunjukkan seberapa jauh orang melangkah. Hal ini menciptakan kompetisi positif bagi pengguna sekaligus mendorong orang untuk sehat. Setiap melakukan 10.000 langkah, WeChat akan mengonversikannya menjadi 1 yuan, yang masuk ke program amal.

Menurut businessofapps.com, saat ini aplikasi WeChat memiliki 1,08 miliar pengguna aktif di dunia. Di China, WeChat mendominasi pengguna aplikasi mobile hingga 79%. Pengembangan layanan baru terus dilakukan, salah satunya pemesanan tiket kereta.

WeChat juga membuka diri terhadap pengembang teknologi lain, bekerja sama dengan aplikasi sewa sepeda, Mobike.  Tech In Asia edisi 30 Maret 2017 melaporkan, layanan Mobike sudah terintegrasi dengan platform pembayaran WeChat guna mempermudah penggunanya saat ingin menyewa sepeda. Mobike sendiri mengelola sejuta sepeda di 33 kota di China.

Fitur WeChat lain yang mengubah gaya hidup penggunanya adalah WeChat Pay. Menurut penelitian perusahaan riset pasar global asal Prancis, Ipsos, sebanyak 84,3% transaksi digital di China pada kuartal 3 2018 dikuasai WeChat Pay. Mereka menguasai US$16 triliun di pasar transaksi digital, dengan pengguna nyaris mencapai satu miliar. Hingga Oktober 2018, WeChat Pay punya 900 juta pengguna aktif bulanan, dan 40 juta merchant di seluruh Tiongkok.

Selain WeChat, aplikasi lain yang mencoba menjadi super app di China adalah Alipay. Platform ini hadir sebagai segmen transaksi digital Alibaba, pemain e-commerce terbesar di China. Menurut artikel “A Hangzhou Story: The Development of Chinas’s Mobile Payment Revolution” Alipay muncul pertama kali pada 2004.

Alipay hadir untuk menjawab permasalahan transaksi antara pembeli dan penjual di e-commerce milik Alibaba, Taobao. Alipay menjadi pihak ketiga, yang dipercaya pengguna Taobao untuk transaksi mereka—semacam rekening bersama. 

Alipay mengklaim, beroperasi di lebih dari 65 institusi finansial, termasuk Visa dan MasterCard. Pengguna bisa memanfaatkan Alipay di aplikasi Alipay Wallet. Alipay pun menyediakan fitur peminjaman (landing), manajemen akun perbankan, P2P transfer, top up pulsa prabayar, pembelian tiket bus dan kereta, pembelian makanan, pembayaran transportasi daring, pembayaran asuransi, dan sebagainya.

Pada 5 Juni 2014, nilai pembayaran di Alipay mencapai US$19 miliar. Pada 12 Februari 2016, pengguna harian mencapai 100 juta. Setiap hari, per Oktober 2016, mereka memproses transaksi US$175 juta. Pada 15 Maret 2019, pengguna aktif bulanan Alipay tercatat 608 juta. 

Alipay melihat peluang besar di sektor transaksi daring, dan mencoba mendominasinya. Banyak deposito tunai yang masuk ke platform Alipay, sedangkan aplikasi mobile perbankan di China tak sepraktis milik Alipay. 

Misalnya saja, pada 2011 Alipay menginisiasi metode pembayaran menggunakan QR-code. Dengan begitu, pengguna mudah membayar produk dari penjualan online dengan dana yang ada di dalam aplikasi Alipay. Kenyamanan dan efektivitas biaya dari QR-code ini membuat Alipay berhasil menarik 200.000 toko dan 500.000 mitra sopir taksi.

Business Insider melaporkan, Alipay menjadi platform pembayaran seluler terbesar di dunia, mengalahkan PayPal, sebuah platform pembayaran daring asal Amerika Serikat.

Pada 2013 Alipay sudah mengelola transaksi pembayaran seluler sebesar hampir US$150 miliar. Di tahun yang sama, PayPal mengelola transaksi pembayaran seluler US$27 miliar.

Lebih jauh, Alipay juga berekspansi mengembangkan ekosistem finansial digital, dengan menambahkan beberapa layanan, seperti Yu’e Bao (platform reksa dana) dan Ant-micro (jasa pinjaman mikro).

Alipay pun menyediakan fitur top up pulsa prabayar, pembelian tiket bus dan kereta, pembelian makanan, pembayaran transportasi daring, pembayaran asuransi, dan sebagainya.

tokopedia
troli toko
jaket jaket jaket jaket

Tidak ada yang kepikiran untuk membuka etalase toko di internet pada 2009. Mungkin saat itu baru William Tanuwijaya dan Leontinus Alpha Edison yang punya gagasan tersebut. Bertepatan dengan hari kemerdekaan, keduanya resmi mendirikan Tokopedia. 

Bersama dengan empat orang pendiri lainnya, William meluncurkan Tokopedia dari rumah mereka. Beberapa pendiri Tokopedia waktu itupun masih kos-kosan. Kini Tokopedia menjelma menjadi rumah bagi 6,2 juta pedagang, dan telah memasarkan 150 juta produk berbeda di dalamnya.

Ide William untuk membangun Tokopedia sudah ada sejak 2007. Awalnya karena melihat harga produk di Pematangsiantar, Sumatra Utara, kampung halamannya, lebih mahal daripada di Jakarta. Saat itu, Kaskus dan Tokobagus juga sudah hadir dengan konsep serupa. Ada masalah kepercayaan transaksi via internet yang ingin William entaskan, mengingat maraknya penipuan transaksi jual beli barang di internet.

“Saya ingin membangun kepercayaan,,, antara penjual dan pembeli tanpa harus bertemu langsung. Dengan begitu, urbanisasi tidak diperlukan lagi. Orang-orang di daerah bisa mendapatkan harga yang sama,” ujar William.

Google dan Facebook menjadi inspirasi William. Akan tetapi niat membangun platformnya ternyata terganjal investasi. Dari 2007 sampai 2009 ia terus gagal meyakinkan investor. Ia melihat, kala itu belum ada bisnis internet yang berhasil dalam skala global, ia bukan dari keluarga kaya, latar belakang pendidikannya yang biasa saja, dibandingkan Nadiem (Gojek) ataupun Anthony (Grab). Terakhir, William tidak punya pengalaman dalam berbisnis.

Sembari berkuliah di Universitas Bina Nusantara, ia bekerja sebagai penunggu warung internet di bilangan Kemanggisan, Jakarta Barat. Tanpa letih bekerja dan belajar desain internet di Warnet, William akhirnya mendapat pekerjaan yang layak pada seorang laki-laki bernama Victor Fungkong, pemilik PT Indonusa Dwitama.

Sebelum rilis 2009, Tokopedia sudah memiliki 70 pedangang di dalam platform-nya. Meski sekarang Tokopedia menyandang gelar sebagai unicorn dari Asia Tenggara, nyatanya perjuangan awal Tokopedia tidak semanis itu. Sebelum berhasil mendapatkan pendanaan perdana sebesar Rp2,5 miliar, kedua pendiri itu harus pontang panting untuk mendapatkan investor.

Duit investor tersebut tak lantas habis, setahun setelah mendapatkan investasi, yang terpakai hanya Rp1 miliar. Tahun berikutnya William dan kawan-kawan, mendapatkan investasi dari East Ventures.

Time Line Investasi Tokopedia

  • Pada 2009, Tokopedia menerima pendanaan dari PT Indonusa Dwitama Rp2,5 miliar
  • Pada 2010, Tokopedia menerima pendanaan dari East Ventures, nilainya tidak tertera.
  • Pada 2011, Tokopedia menerima pendanaan dari CyberAgent Ventures, nilainya tidak tertera.
  • Pada 2012, Tokopedia menerima pendanaan dari NetPrice, nilainya tidak tertera.
  • Pada 2013, Tokopedia menerima pendanaan dari Softbank Vetures Korea, niliainya tidak tertera.
  • Pada 2014, Tokopedia mendapatkan investasi sebesar USD100 juta dari Sequoia Capital dan SoftBank Internet.
  • Pada 2014, Tokopedia berhasil meraih gelar unicorn, karena valuasinya mencapai USD1 miliar dolar Amerika.
  • Pada 2017, Tokopedia menerima investasi USD1,1 miliar dari Alibaba
  • Pada 2018, Tokopedia mendapatkan lagi investasi dari Alibaba dan SoftBank Group sebesar USD1,1 miliar.

“Kami masih ingin mendapatkan investasi dari luar, karena ini akan semakin memperluas horizon kami,” ujar William saat diwawancarai Tempo (1/2019).

air
air

Tokopedia bukan sekadar tempat berjualan barang saja. Perusahaan ini melebarkan lini bisnisnya ke produk fintech. Di sini, Tokopedia menyediakan ragam pilihan inklusi keuangan dari Home Credit. Sampai yang terbaru, mereka bermitra dengan modalku untuk menyediakan pinjaman modal bagi mitra penjual di Tokopedia. Cicilannya bisa sampai 12 kali dengan tawaran modal dari satu juta rupiah sampai ratusan juta. 

Tidak hanya itu, kemudahan pengajuan kartu kredit juga ditawarkan oleh Tokopedia. Ada banyak bank rekanan di sana. Ada pula layanan untuk deposito emas. Dan yang paling menarik adalah layanan Reksa Dana. 

Tokopedia berhasil tumbuh menjadi superapp dengan banyak layanan di dalamnya. Layanan yang awalnya hanya menjadi tempat pertemuan bagi penjual dan pembeli, kini merangsek ke sektor fintech dengan segudang layanan menarik dan inovatif, termasuk berinvestasi di reksa dana.

Tokopedia yang telah berusiaa 10 tahun Menyebut diri sebagai Super Ecosystem, “Infrastruktur menyeluruh yang bisa mempermudah masyarakat Indonesia lewat kolaborasi dengan berbagai mitra strategis untuk bersama-sama tumbuh dan mengakselerasi pemerataan ekonomi secara digital di Indonesia,” ujar VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak kepada alinea.id (18/8).

Dalam marketplace, kata dia, sudah ada lebih dari 6,2 juta orang yang memasarkan produknya. Ada 33 produk digital, mulai dari layanan membeli pulsa, bayar asuransi, air, listrik, pajak, dan sebagainya.

 

Layanan fintech dan pembayaran, terdapat layanan investasi emas dan reksa dana. Sedangkan logistik dan fulfillment menawarkan kemudahan para penjual dalam memperluas pemasaran produk mereka, salah satunya layanan gudang pintar bernama TokoCabang.

nadimvector
q

 “10 tahun ke depan, Tokopedia akan fokus membantu semua orang dan pemilik bisnis di Indonesia untuk menjadi perusahaan teknologi. Artinya, untuk mencapai misi pemerataan ekonomi secara digital di Indonesia, tidak mungkin kita bisa mengubah semua orang untuk menjadi perusahaan e-commerce,” tutur Nuraini.

tokopedia tokopedia tokopedia
alinea interactive report
alinea interactive report alinea interactive report

Menanggapi fenomena perusahaan digital yang menuju super app, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini mengatakan, penting bagi negara mengatasi kebocoran dana ke luar negeri.

Menurutnya, ketika super app didanai dan diambil pihak asing, yang ada modal berupa keuntungan malah tersedot ke luar negeri. "Ini menjadi kelemahan ekonomi nasional yang terlihat pada defisit neraca berjalan," ujar Didik saat dihubungi Alinea.id, Senin (5/8).

Kekhawatiran Didik sangat beralasan, bila melihat perlambatan peningkatan realisasi investasi asing yang masuk ke Indonesia sejak 2014. Menurut kalkulasi INDEF, pertumbuhan realisasi investasi di Indonesia selama 2015 hingga 2018 hanya naik sebesar 3%. Padahal, pada 2010 hingga 2013, pertumbuhan investasi di dalam negeri bisa mencapai 76%, dan sempat menyentuh 95% pada rentang 2005 - 2008.

Sudah menurun, investasi yang masuk juga tak berkualitas. Mayoritas didominasi perusahaan pencari pasar dan pencari bahan baku. Dampak dari investasi asing merembet terhadap semakin lebarnya peluang bagi barang impor ke Indonesia. Didik mengatakan, 93% barang yang dijual di marketplace adalah barang impor, 7% sisanya produk lokal.

Demikian pula ada dampak terhadap defisit neraca berjalan. Didik menuturkan, sumber defisit neraca berjalan, yang berasal dari neraca jasa dan pendapatan primer, semakin dibebankan pada arus modal asing yang mengeksploitasi pasar dalam negeri melalui barang-barang impor tadi. Nilai tukar rupiah pun ikut terdampak.

alinea interactive report
alinea interactive report

Defisit pendapatan primer kita sudah sangat besar dan menggunung sampai US$30,4 miliar. Kebanyakan dari defisit pendapatan tersebut adalah modal keluar yuridiksi ekonomi Indonesia paling tidak sampai US$29 miliar.” Kata Didik

Didik pun mengingatkan tantangan yang akan dihadapi pemerintah bila bisnis super app berkembang di Indonesia. Menurutnya, lantaran tak paham, pemerintah akan membiarkan potensi pasar dalam negeri dan daya beli kelas menengah, yang kira-kira 10 juta orang serta diobral murah.

Menurutnya, pemerintah tidak memiliki pijakan yang cukup kuat dan daya tawar dalam negeri. "Potensi yang ada diserahkan mentah-mentah kepada investor yang tidak memperkuat ekonomi nasional, tapi hanya mengeskploitasi pasar dalam negeri," kata Didik Rachbini.

Dihubungi terpisah, peneliti INDEF Ariyo Dharma Pahla  Irhamna meminta pemerintah untuk lebih memprioritaskan pemasaran produk dalam negeri. Regulator, kata dia, perlu mendorong dan mengoptimalkan produk dalam negeri sekaligus program bimbingan teknis untuk produsen dalam negeri, terutama usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan industri kecil menengah (IKM), agar produk-produk mereka menguasai dan bersaing di era ekonomi digital.

alinea interactive report

Untuk mendorong ini, pemerintah perlu memberi insentif bagi super app yang mengoptimalkan dan memprioritaskan produk dalam negeri," ujar Ariyo saat dihubungi, Senin (5/8)

alinea interactive report
alinea interactive report

Pemerintah sebenarnya sudah memiliki regulasi pembatasan produk impor, salah satunya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.04/2018. Kebijakan ini memperkecil nominal ketentuan nilai bebas bea masuk, dari US$100 per hari menjadi US$75 per hari.

Nyatanya, aturan ini belum cukup membendung masuknya barang impor di e-commerce. Menurut Ariyo, porsi barang impor di e-commerce harus diatur, misalnya 70% penjualan dalam negeri harus berasal dari produksi lokal.

Di samping itu, hal lainnya yang tak kalah penting adalah pemerintah wajib memperkuat manajemen risiko dalam mengatur pertumbuhan super app, terutama demi mencegah praktik penipuan. "Sehingga, praktik penipuan yang menggunakan super app bisa dimitigasi," kata Ariyo.

Tantangan lainnya berasal dari aspek persaingan sesama super app. Menurut Ariyo, sebelum menjadi super app, semua startup bisa saling menjatuhkan dengan memberikan promosi, diskon, hingga cashback berkelanjutan, bahkan mencapai 90% dari biaya awal. Praktik itu akhirnya menciptakan dinding penghalang bagi kompetitor untuk menguasai konsumen, hingga produk startup itu ditinggalkan pelanggannya.

"Soal persaingan ini yang perlu diperkuat justru dari KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)," ucapnya.

Menurut Ariyo, KPPU hingga kini tidak mengikuti perubahan tersebut. Bahkan untuk startup yang menjamur maupun bisnis konvensional, belum terlihat ada terobosan yang dilakukan lembaga ini. Tantangan lain yang turut menjadi catatan ialah dari sisi energi.

"Super app ini kan memproses data yang sangat besar dan harus standby 24 jam dalam seminggu, sehingga mengonsumsi energi yang sangat besar pula. Maka, bagaimana supply energi terhadap mesin tersebut harus senantiasa tersedia dan digunakan efisien oleh pengembang," tuturnya.

alinea interactive report
alinea interactive report
alinea interactive report
alinea interactive report

Di sisi lain, pengamat industri digital sekaligus Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi memandang, peran KPPU sangat penting dalam mengatur iklim persaingan bisnis digital.

Lebih lanjut, ia mengatakan, pengaturan bisnis digital secara komprehensif perlu mulai disusun pemerintah. Alasannya, kata dia, layanan dan industri yang ditawarkan beragam.

Sejauh ini, Indonesia memang belum punya pegangan kuat terkait pengawasan terhadap perkembangan bisnis digital, semacam startup. Misalnya saja, investasi emas dan reksadana yang berjalan dalam layanan beberapa startup, belum ada izin yang jelas diatur OJK.

alinea interactive report

"Mumpung belum sangat besar, masih bisa diatur dan dipantau. Nanti kalau sudah sangat monopolis akan sulit, peran pembinaan persaingan yang sehat sangat diperlukan," ujar Heru Sutadi ketika dihubungi, Senin (5/8).

alinea interactive report
alinea interactive report

“Pemerintah harus bisa bergerak cepat dalam mengejar ketertinggalan tersebut, sebelum akhirnya mempersiapkan diri menghadapi gempuran super app mendatang,” ujar Heru.

alinea interactive report
alinea interactive report
alinea interactive report
alinea interactive report
Buku New Media and Chinese Society (2017)
Editor: Xue, Ke, Yu, Mingyang.

Ulasan buku :

Fokus buku ini adalah mengulas pengaruh media sosial di masyarakat China. Masing-masing bab menyajikan penelitian oleh para sarjana komunikasi dari universitas-universitas terkemuka di China, dan menawarkan temuan yang mengungkap tentang interaksi antara media sosial, ekonomi, dan politik. Ada empat bidang utama yang dibahas di buku ini, yaitu tantangan dan peluang bagi jurnalisme dan komunikasi China, perubahan dalam perkembangan ekonomi China, pengaruh dan ramalan politik China, dan dampaknya terhadap budaya China. Salah satu yang dibahas di buku ini adalah aplikasi super app WeChat, dalam “WeChat and Distant Family Intergenerational Communication in China: A Study of Online Content Sharing on WeChat”, yang ditulis Baohua Zhou dan Shihui Gui.


Tautan:

https://www.amazon.co.uk/Chinese-Society-Communication-Culture-Change/dp/9811067090

https://link.springer.com/book/10.1007%2F978-981-10-6710-5

alinea interactive report
Artikel “Optimized Functionality for Super Mobile Apps” (2017).

Dilema super app adalah seringkali pengguna tidak tahu apa yang mereka inginkan atau mereka berubah pikiran cukup sering dan sangat cepat. Oleh karenanya, salah satu cara mengatasinya, dengan mengekstraksi dan menggunakan kembali fitur yang telah terbukti berhasil, lalu menawarkannya bersama dengan fitur yang ada saat ini. Artikel ilmiah ini berupaya menjawab bagaimana cara menentukan fungsionalitas aplikasi yang dioptimalkan keterpaduan nilai, dengan menggunakan kembali fitur dari aplikasi serupa yang diambil di app store.

Tautan:https://ieeexplore.ieee.org/abstract/document/8049145?fbclid=IwAR3WvoquNH5-lCqvhwQme3e9gHpUO2RFAU92pWUhcDcQnw9TuzexOrBncw0

alinea interactive report
Artikel “Super App or Super Distruption? Reshaping the Banking Experience” (2019)

Generasi baru raksasa teknologi muncul dari Timur, super app, dan sudah melanggar batas wilayah jasa keuangan tradisional.

Tautan: https://assets.kpmg/content/dam/kpmg/xx/pdf/2019/06/super-app-or-super-disruption.pdf

alinea interactive report
Artikel karya David Kiriakidis “The Chinese Super-App Changing The Face of Tech”

Membahas tentang kelahiran super app di China dan pengaruhnya bagi dunia Barat.

Tautan: https://fleximize.com/articles/006663/chinese-super-app-changing-tech

alinea interactive report
Proposal tesis karya Onat Kibaroglu Street Smart Technology: Grab and GoJek (2019).

Onat menggambarkan bagaimana platform digital ini menjadi model bisnis unik yang menawarkan kemewahan Grab dan Gojek dalam mengkonsolidasi teknologi ponsel pintar dan “ekonomi jalanan.”

Tautan: https://www.academia.edu/38655491/Street_Smart_Technology_Grab_and_GoJek

alinea interactive report
Video dokumenter WeChat the Chinese Super App Documentary (2017)