Bustanul Arifin jelaskan penyebab terus terjadinya polemik impor beras

Belum ada teknologi yang digunakan dan mampu menghitung secara pasti jumlah padi yang akan dipanen.

Petani Jawa panggul gabah. Foto Antara/dokumentasi

Polemik impor beras yang dilakukan Indonesia diketahui sudah berlangsung sejak lama. Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas), pemicunya adalah karena Indonesia masih belum memiliki rencana stok pangan. Ini sangat berbeda dengan beberapa negara seperti Qatar, Arab Saudi, Dubai, dan beberapa negara maju lainnya yang kata Zulhas telah memiliki stok pangan selama dua hingga tiga bulan ke depan.

“Soal rencana stok pangan ini, kita gak ada. Yang ada cuma beras. Beras pun begitu keadaannya. Padahal penduduk kita 270 juta loh. Nah ini yang sedang kita benahi, karena sekarang kan sudah ada Badan Pangan Nasional/NFA (Bapanas),” ujar Zulhas dalam pemaparannya pada diskusi daring “Polemik Impor Beras di Akhir Tahun” oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), yang ditulis Rabu (28/12).

Zulhas berharap, dengan adanya rencana stok pangan, maka Indonesia bisa menyiapkan stok pangan secara bertahap dari per dua minggu, tiga minggu, sebulan, hingga dua bulan.

“Yang paling ideal itu, kita bisa stok pangan untuk 1,5 bulan ke depan,” sambungnya.

Koordinator Agromaritim dan Sumber Daya Alam (SDA) ICMI Bustanul Arifin menilai, belum terbentuknya rencana stok pangan karena teknologi yang digunakan untuk pendataan pertanian masih rendah. Ia bilang, puncak panen raya padi di 2023 dari data Badan Pusat Statistik (BPS) disebutkan terjadi pada Februari hingga April dan diperkirakan mencapai 65% dari total stok beras. Namun belum ada teknologi yang digunakan dan mampu menghitung secara pasti jumlah padi yang akan dipanen.