Rupiah melemah, industri properti dan konstruksi diprediksi melempem

Pelaku usaha properti dan konstruksi mulai mengkhawatirkan dampak negatif depresiasi nilai tukar rupiah.

Pengunjung mengamati maket apartemen yang dipajang pada Festival Properti Grup Pakuwon di Surabaya, Jawa Timur./AntaraFoto

Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat berdampak pada berbagai sektor termasuk properti dan konstruksi. Berdasarkan data Bloomberg, sepanjang tahun ini, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sudah mengalami pelemahan lebih dari 4%.

Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan pelemahan rupiah berdampak pada penjualan properti. Penjualan hunian yang paling terpapar depresiasi rupiah berada di segmen menengah ke atas sampai segmen mewah. Harga bahan baku untuk membangun hunian itu bergantung pada nilai dollar AS. REI baru bisa menghitung berapa besar dampaknya pada tiga bulan ke depan.

Pelemahan industri properti sebenarnya sudah mulai terjadi pada dua tahun terakhir. Saat itu, pemerintah menaikkan suku bunga acuan menjadi hingga 12% hingga 13%. Kondisi ini mengakibatkan pengembang sulit mendapatkan kredit konstruksi. Selain itu, masyarakat yang membeli properti dengan kredit pemilikan rumah (KPR) juga keberatan dengan kondisi tersebut.

“Kalau kredit konstruksi naik dan bunga KPR (kredit pemilikan rumah) naik, pengaruhnya ke sektor riil seperti properti, kami semakin susah jualan,” kata Soelaeman saat ditemui di Jakarta, Senin (21/5). 

Kondisi ini, akan semakin parah jika rupiah melemah. Sektor ini secara psikologis terdampak terhadap depresiasi rupiah. Jika nilai tukar rupiah belum menguat hingga akhir tahun, pengembang akan semakin sulit melakukan penjualan.