Ekonom catat 3 tugas sektor pangan bagi presiden terpilih

Debat kedua paslon calon presiden dengan tema pangan, energi, Sumber Daya Alam (SDA), lingkungan, serta infrastruktur pada Minggu (17/2).

Impor beras 2018 merupakan tertinggi kedua sejak 2000 dengan total impor 2,25 juta ton (US$ 1,003 juta). Impor tertinggi terjadi pada 2011 dengan total impor 2,75 juta ton (US$ 1,5 juta). / Antara Foto

Menjelang debat kedua paslon calon presiden dengan tema pangan, energi, Sumber Daya Alam (SDA), lingkungan, serta infrastruktur, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai ada sejumlah persoalan besar yang perlu diselesaikan oleh presiden terpilih periode 2019-2024.

Pertama, soal sengkarutnya data pangan hingga saat ini. Keberadaan data pangan ini penting karena digunakan sebagai panduan dalam merancang kebijakan pangan yang efektif dan tepat sasaran, baik berkaitan dengan produksi, distribusi, hingga kebijakan perdagangan.

"Menata data pangan komoditas pangan, baik beras maupun nonberas. Diperlukan neraca per komoditas utama seperti jagung, kedelai, telur, daging ayam, dan sapi serta produk hortikultura yang menjadi penyumbang inflasi. Neraca ini tidak hanya per komoditas, tapi juga mencakup per wilayah," kata Rusli dalam diskusi bertajuk Pemanasan Debat Capres Kedua: Tawaran Indef untuk Agenda Strategis Pembangunan SDA dan Infrastruktur di ITS Tower, Jakarta, Kamis (14/2).

Kedua, soal manajemen produksi dan logistik komoditas pangan perlu diperbaiki. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras pada semester I-2018 surplus 5 juta ton. 

Rinciannya produksi 19,6 juta ton dan konsumsi 14,7 juta ton. Pada semester II, produksi beras defisit 2,1 juta ton dengan rincian produksi 12,8 juta ton dan konsumsi 14,9 juta ton.