Harga BBM naik: Menjaga APBN atau mengorbankan daya beli masyarakat?

APBN 2022 mendapat tambahan penerimaan, namun lonjakan subsidi mengancam daya tahan anggaran.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) nombok ratusan triliun gara-gara subsidi dan kompensasi energi yakni bahan bakar minyak (BBM), listrik, dan elpiji. Di tengah ancaman tingginya inflasi, keputusan menaikkan harga BBM menjadi dilema tersendiri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan harga minyak dunia terus mengalami kenaikan yakni menjadi sekitar US$106 per barel. Bahkan, outlook harga minyak sampai akhir tahun berdasarkan International Energy Agency bakal mencapai US$104,8 per barel.

“Kalau menggunakan kurs dolar AS 14.700 dan ICP (Indonesia Crude Price) US$100 per barel, maka harga solar harusnya Rp13.950 per liter. Artinya masyarakat dan seluruh perekonomian dapat subsidi 63% dari harga keekonomian atau Rp8.800 per liternya,” bebernya dalam jumpa pers, Jumat (26/8).

Pun demikian dengan pertalite yang saat ini dipatok Rp7.650 per liter. Jika dihitung dengan asumsi ICP dan kurs dolar di atas, maka harga real-nya mencapai Rp14.450 per liter. Atau ada subsidi hingga 45% dari setiap liter yang dinikmati masyarakat.  

“Bahkan pertamax sekalipun yang digunakan mobil-mobil bagus milik masyarakat mampu bahkan kaya dapat subsidi Rp4.800. Elpiji 3 kg yang sekarang Rp18.500 sebenarnya subsidinya mencapai Rp42.750 per kilogram,” papar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.