Hype IPO GoTo, akankah lebih ‘aman’ bagi investor?

IPO GoTo menggunakan skema greenshoe untuk menahan kejatuhan harga saham setelah IPO, namun risiko lain tetap ada.

Ilustrasi Alinea.id/MT. Fadillah.

Akhirnya, rencana Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana saham PT GoTo Gojek Tokopedia (GoTo) kian jelas di depan mata setelah ramai diberitakan sejak tahun lalu. Aksi korporasi perusahaan hasil merger ini digadang-gadang bakal menjadi kiblat perusahaan teknologi lainnya untuk melantai di bursa saham.

Sebelumnya, perusahaan teknologi di bidang e-commerce Bukalapak, sudah IPO terlebih dahulu pada 6 Agustus 2021. Kala itu, bursa saham Indonesia ‘heboh’ dengan hadirnya perusahaan teknologi dengan nilai penawaran mencapai Rp21,9 triliun, terbesar sepanjang sejarah.

Bukalapak melepas 25,76 miliar saham atau 25% dari seluruh modal setelah IPO dengan harga saham senilai Rp850. Sayangnya, 8 bulan berlalu sejak IPO, saham BUKA telah merosot 74% dibanding harga IPO yakni Rp268 pada penutupan Jumat (18/3/2022).

Baik Bukalapak maupun GoTo masih mencatat kerugian saat melepas saham ke publik. Jika Bukalapak mencatat kerugian Rp1,3 triliun dalam laporan keuangan tahun 2020, GoTo pun mengalami hal yang sama. Dalam prospektus awal IPO, GoTo tercatat memiliki total aset Rp158,17  triliun per akhir September 2021. 

Laporan keuangan per 30 September 2021 juga mencatat, nilai rugi bersih GoTo mencapai Rp11,58 triliun. Angka ini naik dari periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp10,43 triliun. Bahkan, GoTo diperkirakan akan masih mengalami kerugian hingga tahun 2024 sekitar Rp24 triliun.