Tanpa cantrang, pengolahan ikan ditargetkan tumbuh 10%

Penggunaan cantrang berpotensi merusak biota laut dan sistem produksi ikan.

Nelayan merapikan jaring cantrang sebelum melaut di Pelabuhan Perikanan Karangantu, di Serang, Banten, Kamis (18/1). Para nelayan yang belum mendapat pembagian jaring ramah lingkungan dari pemerintah kembali antusias untuk melaut dan menyambut baik penangguhan larangan penggunaan cantrang oleh pemerintah. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/ama/18

Pelarangan alat tangkap cantrang yang berlaku sejak 1 Januari 2018 lalu menuai kontroversi.

Ribuan nelayan di Tanah Air protes karena merasa sumber nafkah mereka terhenti. Dengan menggunakan cantrang, nelayan menganggap hasil tangkap menjadi lebih banyak. 

Cantrang dioperasikan nelayan menggantikan pukat trawl atau pukat harimau yang dilarang pemerintah sejak tahun 1980 karena alat tangkap jenis trawl dinilai merusak lingkungan. 

Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tetap bersikukuh enggan mencabut Peraturan Menteri tentang pelarangan cantrang. Alasannya, cantrang sangat merusak lingkungan. 

Dalam pengoperasiannya, panjang tali yang mencapai 6 kilometer (km) mengakibatkan kerusakan dasar laut. Penggunaan cantrang bisa menggaruk wilayah sekitar 280 hektare (ha).