Inklusi keuangan dan kinerja moncer Bank DKI

Inklusi keuangan menjadi tren pascakrisis 2008, yang berdampak terhadap kelompok unbanked dan berada di dasar piramida.

Kebijakan inklusi keuangan yang diterapkan berbuah manis terhadap kinerja Bank DKI. Dokumentasi Bank DKI

Inklusi keuangan (financial inclusion) menjadi tren pascakrisis 2008, yang berdampak terhadap kelompok tanpa rekening bank (unbanked) dan berada di dasar parimida: pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, buruh tanpa dokumen legal, dan masyarakat pinggiran. Bahkan, dalam Toronto Summit 2010, G20 menerbitkan pedoman pengembangan inklusi keuangan, 9 Principles for Innovative Financial Inclusion.

Indonesia pun mengadopsi inklusi keuangan karena dinilai memiliki berbagai manfaat bagi masyarakat, regulator, pemerintah, hingga swasta. Misalnya, Meningkatkan efisiensi ekonomi, mendukung stabilitas sistem keuangan, mengurangi shadow banking atau irresponsible finance, menekan kesenjangan (inequality) dan rigiditas low income trap, hingga peningkatan indeks pembangunan manusia.

Strategi keuangan inklusif tidak dilakukan secara tertutup sehingga melibatkan banyak pihak dengan pendekatan penyediaan sarana layanan yang sesuai dan produk yang cocok serta responsible finance melalui edukasi keuangan dan perlindungan konsumen. Di Indonesia, kebijakan ini dikerjakan oleh Kantor Sekretariat Wakil Presiden, Bank Indonesia (BI), kementerian terkait, pemerintah daerah (pemda), otoritas terkait, swasta, dan akademisi.

Sebagai salah satu bank pembangunan daerah (BPD), Bank DKI telah menyusun peta jalan (roadmap) demi mewujudkan visi kinerja keuangan inklusif. Penyusunannya berfokus pada tujuh strategi utama, yakni peningkatan rentabilitas, menjaga likuiditas dan permodalan pada level aman, optimalisasi bisnis existing, mempersiapkan untuk meraih peluang baru, mendorong terciptanya ekosistem bisnis, serta membangun SDM berkompeten.

Kerja keras tersebut pun berbuah manis, termasuk catatan kinerja pada kuartal III 2023. Hingga September 2023, penyaluran kredit badan usaha milik daerah (BUMD) Jakarta ini tumbuh 6,9% menjadi Rp49,96 triliun dari sebelumnya Rp46,73 triliun pada periode sama tahun sebelumnya (yoy).