Hemat 40% batu bara, Kementerian ESDM dorong PLTU Cirebon II segera beroperasi

PLTU Cirebon II berkapasitas 1x1.000 megawatt dan akan memasok listrik melalui jaringan Jawa-Madura-Bali (Jamali).

Direktur Utama PT Cirebon Electric Power, Hisahiro Takeuchi (paling kanan), menerima dokumen Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE PU) 2023 dari Menteri ESDM, Arifin Tasrif (tengah). Dokumentasi PT Cirebon Electric Power

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mendorong pembangkit Cirebon Power unit II 1x1.000 megawatt (MW) segera beroperasi secara komersial. Pasalnya, pembangkit ini menjadi proyek strategis nasional (PSN) ketenagalistrikan 35.000 MW yang akan memasok listrik melalui sistem jaringan Jawa-Madura-Bali (Jamali).

Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, M. Priharto Dwinugroho, menyampaikan, manajemen Cirebon Power sudah berkoordinasi tentang pendaftaran rencana mitigasi emisi. Artinya, pembangkit ini sudah memiliki rencana pemantauan (monitoring) emisi.

"Mereka sudah melakukan rencana untuk mengurangi emisi. Ini pembangkit batu bara (PLTU, red), tidak lepas dari rencana pengurangan emisi. Jadi, saya kira, kita harus dorong. Semoga bulan Mei ini sudah commercial operation date (COD) dan bisa berjalan dengan baik," ujarnya dalam keterangannya, ditulis Rabu (22/2).

Pembangkit Cirebon Power memiliki dua unit. Untik I menggunakan teknologi super critical, sedangkan pembangkit unit II mengadopsi teknologi ramah lingkungan, ultra supercritical (UST).

Teknologi UST diklaim meningkatkan efisiensi penggunaan batu bara hingga 40% sehingga emisi yang dihasilkan rendah. Pangkalnya, nitrogen oxide (Nox), sulphur dioxide (S02), dan total particulate (PM) di bawah standar yang ditentukan pemerintah. Ini sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 15 Tahun 2019.