Menjaga Pulau Jawa agar tak tenggelam dengan tanggul laut raksasa

Fenomena amblesan tanah setidaknya telah terjadi di Pulau Jawa sejak tahun 1970-an. Daerah pesisir memiliki ancaman lebih tinggi.

Ilustrasi tanggul laut. Foto Pixabay.

Fenomena amblesan tanah setidaknya telah terjadi di Pulau Jawa sejak tahun 1970-an. Daerah-daerah pesisir, seperti Jakarta, Semarang, Pekalongan, Bekasi, Kendal, dan Demak memiliki ancaman lebih tinggi untuk mengalami penurunan tanah lebih dalam.

Peneliti Madya Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dwi Sarah menjelaskan, fenomena amblesan tanah akan semakin terjadi pada daerah-daerah yang memiliki struktur tanah alluvial, endapan danau, gambut, dan tanah organik yang berumur muda atau kuarter. Di mana jenis-jenis tanah ini lah yang menyusun daratan daerah-daerah di Pantai Utara (Pantura) Jawa.

“Dan juga dari faktor antropogenik akibat eksploitas air tanah yang berlebihan dan penambahan beban yang berlebihan di permukaan (tanah),” katanya, dalam Seminar Nasional Giant Sea Wall, di Jakarta, Rabu (10/1).

Karena faktor-faktor tersebut, setidaknya dataran-dataran di Pulau Jawa dan beberapa daerah lainnya perlahan namun pasti mengalami penurunan permukaan tanah. Jakarta mengalami laju amblesan tanah antara 5 sentimeter (cm) hingga 15 cm per tahun. Sementara di daerah Pantura Jawa, yang meliputi Pekalongan, Demak dan Semarang diperkirakan mengalami laju amblesan tanah sekitar 5 cm hingga 10 cm per tahun dan rata-rata kenaikan permukaan air laut mencapai 3 milimeter hingga 10 mm per tahun.

Dengan ditambah semakin banyaknya pembangunan bangunan baru, rusaknya sistem drainase atau serapan air, membuat bencana rob tidak bisa terelakkan lagi. Untuk menanggulangi dampak bahaya amblesan tanah ini, Sarah bilang, ada dua strategi yang bisa dilakukan.