Pemerintah diminta waspadai konflik di Suriah

Meski produksi minyak Suriah tidak signifikan terhadap pasokan minyak global, konflik tersebut berpeluang ganggu program pemerintah

Seorang pengunjuk rasa terlihat sebagai bayangan di balik bendera Suriah saat unjuk rasa diluar kedubes Amerika Serikat terhadap kemungkinan serangan terhadap Suriah di Athena, Yunani, Jumat (13/4)./AntaraFoto/Reuters

Pemerintah perlu mewaspadai dampak serangan Amerika Serikat ke Suriah terhadap perekonomian. Meski produksi minyak Suriah kecil dan tidak cukup signifikan kontribusinya terhadap pasokan minyak global, namun konflik tersebut berpeluang mengganggu program subsidi pemerintah.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi),  Bahlil Lahadalia, mengatakan, produksi minyak Suriah terus menurun, tetapi dampaknya besar sebab melibatkan negara-negara penentu harga minyak dunia. "Ini yang kita wajib waspadai bagi perekonomian domestik dan utamanya subsidi,” ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia di Jakarta hari ini dalam keterangannya, Senin (16/4).

Suriah memang bukan pemain utama minyak dunia. Bahkan diera kejayaannya tahun  2000-an, produksi minyak Suriah hanya sekitar 520 ribu barel per hari, atau setara 0,6% produksi minyak dunia.  Hal yang sama dengan produksi gas hanya sekitar 5,5 miliar meter kubik per tahun pada 2010 dan saat ini terus menurun.

Meski demikian, dampak konflik Suriah tak bisa dipandang enteng. Pasalnya, konflik di negara tersebut telah melibatkan negara-negara besar dan negara-negara pengekspor minyak utama dunia. 

Sejalan dengan pernyataan Bahlil, harga minyak mentah dunia melonjak 3% pada perdagangan akhir pekan kemarin, usai Amerika Serikat melepas 59 rudal Tomahawk ke pangkalan udara pemerintah Suriah.