Restrukturisasi kredit konsumtif berisiko besar bagi bank

Mantan Deputi Gubernur BI mengingatkan bank harus berhati-hati berikan restrukturisasi ke nasabah.

Petugas teller Bank Mandiri menghitung uang di bank kantor cabang Bandung.Antara Foto/Raisan Al

Restrukturisasi kredit menjadi solusi di tengah kondisi melemahnya ekonomi tanah air karena pandemi Covid-19. Cara ini bahkan telah dipilih bank untuk menyelamatkan bisnisnya, per Mei OJK mencatat sebanyak 90 bank telah melakukan restrukturisasi dengan nilai outstanding mencapai Rp391,18 triliun. 

Seperti diketahui, restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang berpotensi mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. Ada enam kebijakan restrukturisasi yang biasanya dilakukan bank. 

Rinciannya sebagai berikut: penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit dan atau konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. 

Lewat keringanan tersebut, nasabah dengan cashflow mepet sangat terbantu. Sebab mereka tidak pusing harus membayar bunga. Meski menolong nasabah, namun risiko melakukan restrukturisasi kredit untuk perbankan terbilang besar. 

Bila tidak hati-hati dan menghitung risiko, bank justru bakal mengalami masalah dengan melakukan restrukturisasi kredit kepada nasabahnya. Salah satunya soal likuiditas perbankan yang bakal terganggu, terutama bila yang banyak direstrukturisasi adalah kredit yang berasal dari sektor kosumen atau rill.