Tekan impor obat-obatan, Kemenperin bangun fasilitas fitofarmaka

WHO memprediksi permintaan dunia atas produk-produk fitofarmaka akan meningkat hingga US$5 triliun pada 2050.

Ilustrasi. Freepik

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengupayakan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan (alkes) di dalam negeri. Langkah ini dilakukan setelah berkaca pada pengalaman saat pandemi Covid-19, di mana industri di Tanah Air sempat kesulitan memberikan pelayanan bagi masyarakat. 

Sebagai salah satu sektor prioritas pengembangan dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, industri farmasi pun mulai melakukan upaya transformasi dengan pengembangan obat melalui pengolahan bahan-bahan baku alam atau fitofarmaka. Apalagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan perintah tentang hilirisasi ini ketika menyampaikan pidato pada Sidang Tahunan MPR, 16 Agustus lalu.

"Indonesia memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mengembangkan obat melalui pengolahan bahan baku alam atau fitofarmaka dengan kekayaan biodiversitasnya yang mencapai lebih dari 2.800 spesies tanaman obat," tutur Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam acara "Topping Off Ceremony House of Wellness Fasilitas Produksi Fitofarmaka" di Jakarta, Jumat (19/8).

Melalui hilirisasi industri farmasi, menurutnya, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor obat dan bahan baku obat. Pangkalnya, hilirisasi tersebut berusaha mencapai empat tujuan, yaitu mudah didapat (accessible), terjangkau (affordable), selalu tersedia (available), dan berkesinambungan (sustainable).

Menperin menambahkan, upaya hiliriasi juga berguna untuk mengoptimalkan pasar domestik dan internasional, yang potensial dari produk herbal atau obat berbahan alam. Terlebih, WHO telah memprediksi permintaan dunia atas produk-produk tersebut akan meningkat hingga US$5 triliun pada 2050. Sementara itu, nilai konsumsi obat berbahan alam oleh masyarakat Indonesia diperkirakan Rp23 triliun pada 2025.