Urban farming, hobi penangkal krisis pangan  

Peran urban farming semakin penting di tengah tren urbanisasi, konversi lahan pertanian, dan ancaman krisis pangan.

Tren urban farming merebak di perkotaan. Alinea.id/Oky Diaz.

Sejak September 2019, Lidya Susanti (26) telah menekuni urban farming sebagai kegiatan pengisi waktu luang. Aktivitas bertani ala rumahan yang dia lakukan berupa instalasi hidroponik di pekarangan rumahnya yang seluas 50 meter persegi. Ia juga menanam berbagai bumbu dapur seperti cabai, jahe, dan kunyit di halaman rumah yang terletak di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

“Waktu itu di rumah belum ada TV Sampai rumah (dinas) bengong, akhirnya ya sudah. Ada tetangga nanam stroberi, aku minta tuh. Dari situ awalnya. Awal-awalnya belum ke hidroponik, tanam buah organik pakai tanah,” ungkapnya kepada Alinea.id beberapa waktu lalu.

Setelah mencoba budidaya buah stroberi, Lidya beralih menekuni tanaman sayur-mayur. Di sela kesibukannya, ia mengaku kerepotan merawat tanaman buah yang ditanamnya. Pasalnya, tanaman buah membutuhkan perawatan intensif seperti pemupukan, penyiraman, dan pencabutan gulma.

“Aku pernah nyoba nanam sayur di tanah dibandingkan dengan hidroponik. Lah kok yang di tanah stuck pertumbuhannya enggak gede-gede, sedangkan hidroponik lebih subur. Aku mulailah tertarik ke hidroponik,” tutur pegawai negeri sipil di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut.

Lidya membuat sendiri instalasi hidroponik dari botol air mineral bekas berukuran 1,5 liter. Sayangnya, instalasi hidroponik itu kemudian ditumbuhi lumut setelah beberapa minggu. Akhirnya, dia beralih memakai instalasi pipa paralon.