Astana dan ego besar sang diktator

Pemindahan ibu kota Kazakhstan dari Almaty ke Astana kental bernuansa kepentingan politik.

Ilustrasi Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev. Alinea.id/Oky Diaz

Sehari setelah didaulat sebagai Presiden Kazakhstan interim, Qasym-Zhomart Toqaev mengajukan sebuah proposal ke parlemen pada 20 Maret 2019. Dalam proposal itu, Toqaev mengusulkan agar nama ibu kota Kazakhstan diubah dari Astana menjadi Nursultan. 

Di parlemen, proposal itu disambut dengan baik. Dalam pemungutan suara, mayoritas anggota parlemen setuju dengan usulan tersebut. Tiga hari berselang, Toqaev merilis keputusan presiden mengesahkan pergantian nama tersebut. 

"Pergantian nama ini sebagai bentuk penghormatan terhadap presiden pertama Kazakhstan," kata Toqaev dalam sebuah pernyataan resmi sebagaimana dikutip dari BBC.

Nursultan adalah nama depan Nazarbayev. Lahir di Chemolgan, Almaty, pada 6 July 1940, Nazarbayev putra pasangan Ábish Nazarbayev dan Aljan Nazarbayeva. Pada 1930-an, ayahnya bekerja sebagai buruh pertanian miskin. Ketika Nazarbayev lahir, ayahnya memboyong keluarga mereka ke pegunungan dan hidup nomaden.

Pada usia 22 tahun, Nazarbayev bergabung dengan Liga Muda Komunis (Komsomol) di bawah Partai Komunis Uni Soviet. Berkat kelihaiannya berpolitik, karier Nazarbayev cemerlang. Dari tingkat lokal, Nazarbayev naik kelas jadi politikus nasional hingga pada 1984 didapuk jadi Perdana Menteri Kazakhstan.