WHO akan rilis rencana antisipasi pelecehan seksual pascaskandal Kongo

Sebanyak 83 pekerja bantuan WHO diduga melakukan pelecehan seksual selama epidemi Ebola di Kongo pada 2018-2020.

Logo WHO di kantor pusatnya di Jenewa, Swiss, pada 6 April 2021. REUTERS/Denis Balibouse

WHO mengeluarkan rencananya untuk mengantisipasi kesalahan lebih lanjut oleh pekerja bantuan yang dikerahkan dalam operasi lapangan menyusul terjadinya skandal pelecehan seksual oleh 83 stafnya di Republik Demokratik Kongo. Eksploitasi dan pelecehan seksual itu terjadi selama epidemi Ebola di Kongo pada 2018-2020.

Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, berjanji, penderitaan para korban akan menjadi katalisator untuk transformasi mendalam budaya WHO.

“Tidak akan ada kesempatan untuk terjadinya eksploitasi seksual, tidak ada impunitas jika itu terjadi, dan tidak ada toleransi untuk kelambanan," katanya dalam sebuah pernyataan, Kamis (21/10).

Negara pendonor utama telah mendesak WHO melakukan penyelidikan eskternal secara mendalam agar kasus terungkap jelas. Tuntutan tersebut membuka jalan pemeriksaan lebih lanjut.

WHO meminta Kantor Layanan Pengawas Internal (OIOS) PBB untuk meninjau dan menyelidiki lebih lanjut atas semua kasus dugaan eksploitasi dan pelecehan seksual yang diidentifikasi Komisi Independen, termasuk yang teridentifikasi sebagai tersangka pelaku WHO.