Sosial dan Gaya Hidup

Lebih dari sekadar aksi sosial, donor darah adalah cara sederhana menyelamatkan nyawa

WHO mencatat, rata-rata hanya 5–6 orang dari setiap 1.000 penduduk yang rutin mendonorkan darah di negara berpenghasilan rendah.

Kamis, 19 Juni 2025 11:32

Pernahkah Anda mendengar kabar bahwa satu kantong darah bisa menyelamatkan hingga tiga nyawa? Bagi banyak orang, donor darah mungkin terdengar seperti rutinitas medis biasa—sesuatu yang dilakukan segelintir orang di rumah sakit atau mobil PMI. Tapi kenyataannya, tindakan sederhana ini punya dampak yang luar biasa besar.

Setiap tanggal 14 Juni, dunia memperingati Hari Donor Darah Sedunia. Momen ini menjadi penghormatan bagi mereka yang telah mendonorkan darah secara sukarela, tanpa pamrih, dan tanpa bayaran. Di balik peringatan ini, ada kisah solidaritas global yang sering kali luput dari sorotan.

Tanggal ini dipilih bukan sembarangan. Ini adalah hari lahir Karl Landsteiner, ilmuwan asal Austria yang menemukan sistem golongan darah ABO pada tahun 1901. Penemuan itulah yang membuka jalan bagi praktik transfusi darah modern seperti yang kita kenal sekarang.

Namun, peringatan ini bukan hanya soal sejarah. Ini tentang kenyataan hari ini—bahwa dunia masih kekurangan darah. Meski setiap tahun sekitar 118 juta kantong darah berhasil dikumpulkan, kebutuhan transfusi terus meningkat. Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, permintaan akan darah jauh lebih tinggi dari pasokan yang tersedia.

Pasien kanker, ibu melahirkan dengan komplikasi, korban kecelakaan, hingga penderita anemia kronis adalah contoh mereka yang sangat membutuhkan darah setiap harinya. Dan darah bukanlah sesuatu yang bisa diproduksi di laboratorium—ia hanya bisa datang dari satu sumber: kita, manusia yang sehat dan bersedia menyumbang.

Fitra Iskandar Reporter
Fitra Iskandar Editor

Tag Terkait

Berita Terkait