Kampus tanpa eksistensi "dosen killer"

Dosen killer dianggap bisa membuat kesehatan mental mahasiswa terganggu.

Ilustrasi kelas di sebuah kampus./Foto WOKANDAPIX/Pixabay.com

Belum lama ini, Universitas Gadjah Mada (UGM) mengumumkan, sedang mengembangkan aturan yang melarang praktik “dosen killer” atau dosen yang keras terhadap mahasiswa. UGM bakal membahas soal standar operasional prosedur (SOP) untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman dan nyaman. Selain itu, langkah ini diambil untuk mengatasi isu kesehatan mental mahasiswa. UGM ingin menghilangkan berbagai bentuk kekerasan di kampus, baik verbal, psikologi, maupun fisik.

Seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Jakarta, Salsa, 21 tahun, mengaku pernah diajar dosen killer. Ia mengatakan, dosen yang galak memberikan kesan kurang nyaman ketika pembelajaran. Misalnya, terlalu menghakimi mahasiswa bila melakukan kesalahan.

“Padahal hal tersebut (kesalahan) sepele, seperti penggunaan penampilan (cara berpakaian) yang menurutnya tidak selaras dan memakai parfum yang dosen tersebut tidak suka,” katanya kepada Alinea.id, Jumat (17/11).

Menurut mahasiswi semeter tujuh itu, dosen killer kerap memberikan tugas yang amat berat. Contohnya, ia pernah diberi tugas merangkum 14 bab buku dalam waktu sehari, dan diperintahkan presentasi di depan kelas.

“Ketika mengajar, seharusnya (dosen) memberikan pengantar terlebih dahulu, dan tidak semena-mena memberikan tugas dalam batas yang tidak wajar,” tutur Salsa.