Tarik royalti hak cipta demi kelangsungan ekosistem musik

Setelah PP 56/2021 diteken Presiden Jokowi, setiap layanan publik yang bersifat komersial harus membayar royalti musik yang diputar.

Ilustrasi royalti musik. Alinea.id/Oky Diaz.

Malam itu, diiringi petikan gitar akustik dari salah seorang pelayan, Yanto melantunkan tembang “Wind of Change” milik grup musik heavy metal asal Jerman, Scorpions. Salah seorang pengelola Warung Nagih itu tengah iseng menunggu pengunjung. Suasana kafe yang terletak di Jalan Kapten Tendean, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan itu memang sepi.

Sudah seminggu, pengelola kafe pinggir jalan yang menyajikan aneka minuman dan camilan itu juga tak memutar musik atau lagu. Tiada alunan musik dari mesin pemutar membuat kafe ini kehilangan suasana “tongkrongan”.

“Kalau enggak ada musik seperti ini, ya agak garing (bosan) sih jadinya,” ujar Yanto saat berbincang dengan Alinea.id, Jumat (23/4).

Kata Yanto, musik tak disetel lantaran sound system-nya sedang diperbaiki. Namun, ia mengatakan, ke depan Warung Nagih kemungkinan tak akan memutar musik karena ada kebijakan membayar royalti musik.

Merasa beban berat