Dampak positif-negatif pakta perdagangan

Sejumlah perjanjian perdagangan internasional Indonesia dengan negara lain maupun kawasan tidak hanya berdampak positif tapi juga negatif.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Seperti halnya negara lain, Indonesia diperbolehkan untuk memperjuangkan dan mengamankan kepentingan nasional dengan negara lain di dunia, melalui perjanjian perdagangan internasional. Hal ini berdasar pada pasal 82 Ayat (2) Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Menurut Peneliti Madya pada Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Sulasi Rongiyati, setidaknya ada dua keuntungan yang bisa didapatkan oleh negara yang menandatangani perjanjian perdagangan internasional. Pertama, secara ekonomi, penghapusan hambatan dagang dianggap dapat meningkatkan efisiensi perdagangan di masing-masing negara, menciptakan pasar baru, mengoptimalisasi rantai pasokan hingga memberikan akses terhadap barang yang lebih murah. 

Kedua, perjanjian dagang sering dikaitkan dengan fungsi politik, khususnya dalam membentuk jejaring diplomasi, memperkuat aliansi dan mendorong kerja sama yang lebih luas di bidang lain.  

Sementara itu, dalam implementasinya, ada tiga jenis perjanjian perdagangan yang umum dipakai oleh banyak negara, yaitu preferential trading arrangements (PTA) atau pakta perdagangan antar negara, free trade agreements (FTA) atau perjanjian perdagangan bebas dan comprehensive economic partnership agreements (CEPA) atau Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif. 

Di mana PTA memberikan tingkat kemudahan atau preferensi dagang paling rendah yakni penurunan hambatan tarif dengan cakupan jenis barang dan waktu yang terbatas. Sementara FTA memberikan penghapusan hambatan dagang secara bertahap dengan cakupan barang dan jasa yang lebih luas dari PTA.