'Buruk rupa' revitalisasi Monas

Terkait penataan Monas, seharusnya Biro Hukum turun tangan dengan memberikan pertimbangan kepada pimpinan dalam menjalankan tugasnya.

Prasetio Edi Marsudi

Proyek revitalisasi kawasan Monumen Nasional (Monas) sisi selatan yang tengah dikerjakan menuai polemik. Permasalahan bermula dari penebangan sekitar 190 pohon. Lalu, menyasar ke PT Bahana Prima Nusantara selaku pemenang tender, karena melaksanakan pekerjaan setelah waktu kontrak kerja berakhir. Alamatnya juga memancing kecurigaan, lantaran menyewa kantor virtual dan berada di kawasan permukiman padat penduduk, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur (Jaktim).

Seiring waktu, keganjilan demi keganjilan terus menyeruak ke permukaan. Dalam rapat kerja bersama Komisi D DPRD DKI Jakarta, diketahui proyek belum mengantongi persetujuan Komisi Pengarah (KP) yang dipimpin Menteri Sekretariat Negara (Mensetneg). Padahal, ketentuan ini mesti dipenuhi sesuai amanat Pasal 5 ayat (1) Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dus, dewan meminta pekerjaan dihentikan.

Meski demikian, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Sekretaris Daerah, Saefullah, membela diri. Dia mengklaim, revitalisasi Monas telah sesuai prosedur. Namun, tak dijelaskan secara detail. Padahal, berdasarkan pengakuan Mensetneg, Pratikno, belum ada komunikasi dengan pemprov terkait proyek itu hingga hingga Senin (27/1). Sehingga, tak ada persetujuan yang diberikan. Pun meminta proyek disetop dulu.

Saya juga tercengang kala menginspeksi proyek, Senin (27/1). Pengerjaannya justru memangkas ruang terbuka hijau (RTH) dan area resapan air, karena bekas lokasi pohon telah dibeton. Bahkan, sebanyak tujuh batang berdiameter sekitar 80 sentimeter dibiarkan tergeletak. Jauh berbeda dengan klaim pemprov yang akan menanam kembali.

Masuk kuping kiri, keluar kuping kanan. Begitu sikap pemprov. Tetap melanjutkan proyek senilai Rp64 miliaran tersebut. Seakan-akan permintaan DPRD dan Mensetneg “angin lalu”. Setelah desakan membuncah, akhirnya resmi dihentikan sementara per Rabu (29/1).