Kolom

Catatan setahun Prabowo-Gibran di bidang pangan

Tercantum di Asta Cita, Prabowo hendak mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, dan air.

Senin, 20 Oktober 2025 15:00

Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto menargetkan swasembada pangan. Berulangkali ia menyampaikan bangsa yang besar akan terguncang apabila tidak mampu memenuhi pangannya. Politik bisa terganggu. Seperti tercantum di Asta Cita, Prabowo hendak mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, dan air. Asta Cita ini masuk prioritas nasional di RPJMN 2005-2029. 

Dalam perjalanannya, swasembada pangan yang semula ditargetkan pada 2029 kemudian diubah untuk bisa dicapai secepat-cepatnya. Sampai setahun usia pemerintahan Prabowo, setidaknya bisa dibaca pencapaian swasembada pangan itu hendak menyontek dan memodifikasi apa yang dilakukan Presiden Soeharto selama Orde Baru. Salah satu prestasi Orde Baru mengubah dari importir beras jadi swasembada beras pada 1984. 

Untuk mencapai swasembada beras, Soeharto membentuk Sekretariat Bimas di pusat. Pengorganisasian Bimas tersentral dipimpin langsung oleh Presiden. Untuk mendukung produksi padi dibangun pabrik pupuk dan benih BUMN, membenahi Bulog, membangun litbang pertanian, dan menggalakkan penyuluhan. 

Untuk memastikan program bisa dieksekusi di tingkat bawah, di desa dibangun Catur Sarana Desa. Ini mencakup kios sarana produksi, BRI unit desa, penyuluhan unit desa (PPL), dan Badan Usaha Unit Desa/KUD. Kios sarana produksi bertugas menyediakan input produksi, BRI unit desa memastikan akses pendanaan, PPL menggaransi adopsi inovasi, dan BUUD/KUD membeli hasil produksi petani untuk disetor ke Bulog.

Memanfaatkan teknologi Revolusi Hijau yang berkembang saat itu, swasembada beras tercapai pada 1984. Produktivitas padi naik dari 1,8 ton gabah/ha jadi 3,01 ton gabah/ha hanya 14 tahun (1970-1984). Lonjakan dalam waktu singkat ini mengalahkan Jepang dan Taiwan. Jumlah penduduk berlipat tapi ketersediaan beras naik 300%: dari 7-8 juta ton (tahun 1960-an) menjadi 30-31 juta ton (tahun 2000-an).

Khudori Reporter
Christian D Simbolon Editor

Tag Terkait

Berita Terkait