Perlukah pindah ibu kota Negara?

Diskursus ini perlu dianalisis secara objektif mengenai dampak pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan terhadap perekonomian GDP riil

Wacana tentang pemindahan ibu kota negara Indonesia dari Jakarta ke lokasi di luar provinsi Jakarta kembali muncul akhir-akhir ini. Jakarta dinilai sudah tidak layak lagi menjadi ibu kota negara lantaran banyak masalah banjir dan macet yang kerap terjadi. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo menyampaikan saat pidato pokok Rancangan APBN 2020 beserta nota keuangannya, di sidang paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8).

Tentu saja diskursus ini perlu dianalisis secara objektif mengenai dampak pemindahan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan terhadap perekonomian GDP riil sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Dampak dipindahkannya ibu kota negara ke Kalimantan Tengah akan berdampak terhadap GDP riil sangat kecil dan tidak memberikan dampak apapun. Artinya hanya bernilai nol. Tetapi dampak terhadap PDRB provinsi Kalimantan Tengah itu sendiri sebesar 1,77%. Sebaliknya dampaknya terhadap provinsi-provinsi lainnya justru terjadi. Hal ini menjadi bukti bahwa pindah ke Kalimantan Tengah tidak mendorong pertumbuhan ekonomi.

Demikian juga jika pindah ke Kalimantan Timur ternyata tidak berbeda dampaknya. Dimana GDP riil nasional terdampak sangat kecil dan tidak mendorong sedikit pun terhadap GDP riil sangat kecil dan tidak memberikan dampak apa-apa. Bahkan bisa dinilai sangat besar loss economic nya.

Temuan tersebut menunjukkan pengeluaran anggaran pemindahan ibu kota negara, jika dianggap investasi untuk propinsi baru, tidak mendorong sedikitpun terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana tercermin dari berbagai indikator makroekonomi seperti konsumsi rumah tangga, investasi dan neraca pembayaran. Meskipun untuk pertumbuhan PDRB di provinsi tujuan di Pulau Kalimantan secara umum berdampak positif, namun nilainya sangat kecil dan tidak signifikan.