AJI: Rancangan KUHP mengancam pekerjaan jurnalis

Jika wartawan mengkritisi presiden dan wakil presiden, dan kemudian ada yang menilai sebagai penghinaan, maka pewarta bisa diancam pidana

Sekelompok warga dari Aliansi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Demokrasi melakukan aksi saat berlangsungnya Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (15/9)./AntaraFoto

Setidaknya ada 10 pasal di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang kelak bisa mengancam pekerjaan jurnalis.

Pasal pertama adalah tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Jika mengkritisi presiden dan wakil presiden, dan kemudian ada yang menilai sebagai penghinaan, maka pewarta tersebut bisa diancam pidana.

Kedua, yakni pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap pemerintah. Pasal tersebut tidak relevan karena tugas lain wartawan adalah mengkritisi lembaga eksekutif pemerintah melalui berita.

"Jurnalis bekerja untuk mengkritisi eksekutif. Jika kemudian itu dianggap penghinaan, kita akan terancam penjara," ujar Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Asnil Bambani Amri  di kerumunan massa aksi penolak RKUHP, Jakarta, Senin (16/9).

Ketiga adalah adanya aturan tentang hasutan melawan penguasa. Menurutnya, pasal yang tertuang dalam RKUHP itu membuat negara menjadi antikritik, karena apabila ada pihak atau wartawan yang mengkritisi pemerintah, bukan tidak mungkin orang yang mengkritisi tersebut akan dikriminalisasi.