Turut sebar hoaks, media gali kuburan sendiri

Pengamat media Muhammad Heychael menyebut hoaks bisa subur karena bersembunyi di balik kemasan jurnalistik.

Ilustrasi keterbacaan media online di tengah kesibukan. (foto: pexels)

Craig Silverman, jurnalis dan kritikus media asal Kanada merilis laporan bertajuk “Lies, Damn Lies, and Viral Content”. Laporan yang digulirkan pada 2015 tersebut berisi kritik tajam terhadap andil media massa, khususnya yang bergerak dalam platform digital dalam penyebaran hoaks pada pembaca.

Riset ini dinilai relevan di Indonesia mengingat riuhnya penyebaran hoaks di media daring, khususnya jelang perhelatan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Pengamat media Muhammad Heychael menyebut hoaks bisa subur karena bersembunyi di balik kemasan jurnalistik.

“Itu jadi salah satu justifikasi yang membuat masyarakat awam tertipu, padahal berita tak melulu bicara kemasan tapi juga konten,” terang Heychael saat berbincang dengan Alinea, Kamis (1/2).

Sosok yang juga menjabat Direktur Remotivi itu menyebut adanya kecenderungan ketakutan masyarakat pada pelabelan. Alhasil, hoaks justru mudah tersebar.

“Dikatakan, kalau tidak percaya berita ini, berarti kamu bukan Islam. Orang langsung ketakutan. Trennya begitu, orang menggunakan sentimen tertentu untuk menyasar imaji masyarakat,” imbuhnya.