Guru besar IPB: Indonesia perlu strategi baru penuhi karbohidrat

Pemerintah diminta untuk bisa membuat strategi dan paradigma baru yang di dalamnya bisa memenuhi kebutuhan karbohidrat nasional.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Institut Pertanian Bogor (IPB) Rachmat Pambudy pada pemaparannya dalam diskusi daring “Menjaga Stok Beras atau Gabah Pemerintah, Menjaga Nasib Petani” bersama Ditjen Tanaman Pangan, Senin (19/12/2022). Tangkapan layar Youtube Propaktani TV

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Institut Pertanian Bogor (IPB) Rachmat Pambudy menyatakan, Indonesia memerlukan penataan ulang terhadap kebijakan dan strategi dalam pemenuhan kebutuhan pangan, terutama produksi beras. Menurutnya, Indonesia tidak bisa mengejar target swasembada beras seperti yang pernah tercapai pada 1984 karena perbedaan tantangan dan kendala yang ada saat ini dengan Indonesia di masa lampau.

Indonesia sejak merdeka sudah menjadikan sektor pangan sebagai perhatian utama. Ini terbukti dari pernyataan Presiden Soekarno, yang menurut Rachmat pada 27 April 1952 menyatakan, pangan adalah hidup dan mati Indonesia, sehingga di saat itu Indonesia menjadi pengimpor beras terbesar di dunia untuk memenuhi kebutuhan penduduknya. Ia juga menyebutkan Indonesia selalu berhasil survive dalam menghadapi kelangkaan dan persoalan pangan.

“Penduduk kita pada saat itu baru 70 juta tetapi sudah mengimpor 700 ribu ton, dan beras sangat sulit didapatkan saat itu. Tetapi berbagai upaya terus dilakukan sampai pemerintah berhasil tangani permasalahan beras saat itu,” jelas Rachmat pada pemaparannya dalam diskusi daring  “Menjaga Stok Beras atau Gabah Pemerintah, Menjaga Nasib Petani” bersama Ditjen Tanaman Pangan, Senin (19/12).

Pada tahapan pemenuhan pangan, diuraikan Rachmat antara lain mulai dari tahap scarcity (kelangkaan), kemudian shortage (kekurangan), lalu mencapai pada self sufficient (pemenuhan swasembada), naik menjadi security (keamanan), lalu terakhir mencapai sovereignty (kedaulatan).

“Indonesia pernah mengalami semua tahap itu, tetapi tidak semuanya tercapai dengan baik karena persoalan pangan pada negara kita cukup kompleks,” tutur Rachmat.