Ibadah haji itu untuk yang mampu, tetapi penyelenggaraannya harus efisien

Usulan rata-rata BPIH per jemaah pada tahun depan sebesar Rp105.095.032,34. Anggaran tersebut, akan dibagi dalam dua komponen.

Masjidil Haram di Arab Saudi. Dokumentasi Kemenag

Pembahasan biaya haji tahun 2024 oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan DPR RI memunculkan diskursus terhadap kebijakan yang akan diambil. Dalam rapat kerja dengan Komisi VIII di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, beberapa hari lalu, Kemenag mengusulkan besaran anggaran biaya haji per jamaah sebesar Rp105 juta.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan, kalau usulan rata-rata BPIH per jemaah pada tahun depan sebesar Rp105.095.032,34. Anggaran tersebut, akan dibagi dalam dua komponen, yaitu komponen yang dibebankan langsung kepada Jemaah Haji (Bipih/Biaya Perjalanan Ibadah Haji) dan komponen yang dibebankan kepada dana nilai manfaat (optimalisasi). 

Dalam menyusun usulan BPIH, pemerintah menggunakan asumsi nilai tukar kurs dollar terhadap rupiah sebesar Rp16.000. Sedangkan asumsi nilai tukar SAR terhadap rupiah sebesar Rp4.266. Pemerintah juga mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam menentukan komponen BPIH, sehingga penyelenggaraan ibadah haji dapat terlaksana dengan baik, dengan biaya yang wajar.

Menanggapi itu, Ketua Umum (Ketum) DPP Asphirasi (Aliansi Pengusaha Haramain Seluruh Indonesia) Amaludin Wahab mengatakan, ibadah haji menurut syariat adalah untuk mereka yang mampu. Sehingga, jika pemerintah mengurangi subsidi pun, hal itu seharusnya tidak memengaruhi minat masyarakat melaksanakan ibadah haji.

"Ibadah haji itu untuk orang yang mampu. Jadi kurang relevan kalau pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat yang hendak ibadah haji reguler. Karena keberangkatan ibadah haji tidak perlu dipaksakan," kata dia saat dihubungi Alinea.id, Minggu (19/11).