HUT 75 RI: Diskriminasi tak kunjung surut

Sebanyak 940 media massa memuat 5.117 berita tentang diskriminasi rentang 1 Januari-10 Agustus 2020.

Ilustrasi. Freepik

Masih kerap terjadi diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan rentan di Indonesia hingga kini. Usia 75 tahun tak menjadi tingkat berkeadaban di Indonesia membaik, khususnya toleransi terhadap sesama yang berbeda. Keberadaan berbagai regulasi–seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, hingga Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis–pun demikian, tidak bisa menjadi alarm dini untuk mengikis intoleransi.

Berdasarkan pemberitaan media daring lokal dan nasional rentang 1 Januari-10 Agustus 2020, Alinea.id mencatat, terdapat 5.117 berita terkait diskriminasi di 940 portal. Angka kejadian sebenarnya bisa jadi lebih besar dibandingkan yang dimuat media massa.

Seluruh pemberitaan tersebut memuat tentang 18 kasus diskriminatif terhadap penyandang disabilitas serta berbasis agama dan gender. Insiden terjadi di 17 kabupaten/kota di 10 provinsi.

Berdasarkan jenisnya, diskriminasi berbasis agama di puncak dengan 10 kasus (56%). Kemudian, enam kasus (33%) terhadap penyandang disabilitas dan dua kejadian (11%) berbasis gender.

Tindakan diskriminatif tertinggi terjadi di Jawa Barat (Jabar) dengan empat kasus. Perinciannya, tiga kasus diskriminasi agama di Kuningan (penyegelan bakal makam tokoh adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan), Kabupaten Sukabumi (penyegelan pintu Masjid Al Furqon milik jemaah Ahmadiyah), dan Kota Bogor (polemik penolakan pembangunan GKI Yasmin) serta satu kasus diskriminasi disabilitas, yakni (pengusiran terhadap 41 disabilitas dari Balai Wyata Guna, Kota Bandung.