Jalan panjang Sumarsih setelah 20 tahun reformasi

Reformasi tidak bisa diukur dengan kata Amien Rais yang bilang, kalau reformasi itu buahnya pembangunan Gedung DPR.

Sumarsih, ibu dari Bernardinus Realino Norma Irmawan, korban tragedi Semanggi di aksi kamisan ke-538 di depan Istana Negara./Alinea, Saumi

Langit pada Kamis sore di Jakarta berawan, Maria Katarina Sumarsih masih setia berdiri di depan Istana Presiden Kamis pekan lalu. Setiap Kamis sore, sejak 18 Januari 2007 ia berdiri diam di depan istana negara mengenakan pakaian serba hitam dan membawa payung hitam, tak peduli cuaca sedang terik atau hujan. 

Perempuan yang akrab disapa Sumarsih ini tidak berdiri sendirian. Ia ditemani oleh puluhan muda-mudi berpakaian hitam-hitam yang antusias dengan aksi hari itu.

Sumarsih menjelaskan kepada reporter Alinea.id, jika aksi yang digelar saban Kamis sore itu awalnya bernama Aksi Diam. Namun pada kemudian hari, masyarakat mengenal aksi ini sebagai Aksi Kamisan, sedangkan orang di sekitar Istana Negara menyebutnya Aksi Payung Hitam.

Sumarsih masih mengingat rasa takut yang ia rasakan pada tahun 1998. Pada tahun itu, ia dan keluarga kecilnya yang masih lengkap selalu menikmati santap makan malam bersama sembari mengobrol di meja makan. 

Setiap malam, kenang Sumarsih di meja makan selalu dibuka dengan obrolan kegiatan masing-masing anggota keluarganya pada hari itu. Ada juga terselip perjuangan para mahasiswa, situasi politik yang sedang memanas. Penutupnya, Sumarsih selalu bertanya kepada anggota keluarganya "Besok mau dimasakin apa?" kenang wanita paruh baya ini.