Kemarau panjang mengintai Indonesia

Kekeringan menyebabkan krisis air bersih dan meluasnya penyakit, mulai kulit, diare, hingga hepatitis mata.

Petugas kepolisian mengisi air bersih ke dalam ember saat 'droping' air bersih di Desa Demangharjo, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (28/7)./ Antarafoto

Pagi-pagi sekali Heni, warga Tegalwaru, Karawang gundah di beranda, menanti penjual air keliling datang. Seperti beberapa hari belakangan, ia berencana membeli air bersih untuk mandi dan minum keluarganya.

"Awalnya sumur mengering, sekarang mata air juga sudah mengering. Jadi untuk kebutuhan air bersih terutama untuk memasak dan minum harus beli " ceritanya pada Merdeka, Rabu (1/8).

Saban hari, Heni sengaja membeli air bersih dalam jumlah lumayan. Untuk ukuran 500-1000 liter, Heni dan sejumlah warga lainnya harus merogoh kocek Rp50.000 hingga Rp100 ribu. Dalam sebulan, ujarnya, kebutuhan akses untuk air bersih bisa memakan ongkos Rp3 juta per keluarga.

Hal senada juga dialami Wandi, warga Cipurwasari, Karawang. Ia mengaku, terpaksa membeli air untuk kebutuhan mandi, memasak, mencuci pakaian dan perabotan rumah. Dalam sehari, delapan jerigen ludes olehnya. Jumlah ini lebih besar lagi, jika ia harus mencuci baju sekeluarga.

Krisis air bersih yang dialami Heni merupakan efek domino musim kemarau yang melanda daerah di Jawa Barat tersebut. Beberapa warga yang tak memiliki cukup uang terpaksa memanfaatkan air parit dengan kondisi tak laik, untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Masalahnya, air parit ini menimbulkan problem baru, mulai kulit gatal hingga diare.