KPA: Indonesia gandrung pada pangan impor

Pandemi Covid-19 mengganggu sistem pangan Indonesia.

Seorang warga memeriksa bayam yang ditanam dengan sistem hidroponik di Rumah Susun Tanah Tinggi , Jakarta, Selasa (5/5/2020)/Foto Antara Dhemas Reviyanto.

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai Indonesia sebagai negara yang sangat gandrung pada pangan-pangan impor, sehingga pada saat pandemi berlangsung sistem pangan Indonesia menjadi terganggu karena sejumlah pangan pokoknya memang masih bergantung kepada impor. 

Sistem pangan di Indonesia, sambungnya, menganut sistem liberal yang ciri-cirinya dapat dilihat dari komodifikasi tanah. Yakni, tanah diprioritaskan menjadi barang komoditas sehingga mereka yang mempunyai modal dapat menguasai tanah.

Di tengah pandemi Covid-19 ini, katanya, muncul gerakan solidaritas lumbung agraria, yaitu gerakan solidaritas yang mempertemukan produsen pangan, petani dan nelayan, dengan konsumen.

“Yang menjadi pembelajaran adalah modal sosial, apalagi dalam situasi krisis bisa dipupuk terus. Jadi, munculah rasa solidaritas di organisasi-organisasi rakyat anggota KPA. Dari situlah sebenarnya model sosial pertama yaitu bagaimana mengalirkan pangan-pangan hasil panen petani yang kebetulan sedang surplus dan bisa menjadi manfaat lebih untuk masyarakat perkotaan yang sedang mengalami krisis pangan,” ujar Dewi dalam webinar “Memperkokoh Gerakan Ekonomi Solidaritas untuk Kedaulatan Pangan dan Kemandirian Rakyat,” Selasa (14//2021).

Menurutnya, gerakan ekonomi solidaritas pangan menjadi sangat strategis sehingga perlu diperkuat dan disebarluaskan. Selain itu juga bisa mempertemukan antara masyarakat agraris dan bahari di pedesaan yang masih menjadi produsen pangan utama dengan masyarakat perkotaan.