Aktivitas vulkanik masih tinggi, masyarakat lereng Merapi diminta waspada

Berdasarkan pengamatan hari ini (27/1) hingga pukul 12.00 WIB, terjadi gempa guguran sebanyak 17 kali dengan amplitudo 3-22 mm.

Asap solfatara keluar dari puncak Gunung Merapi terlihat dari pos pengamatan Kali Tengah, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (29/3/2020). Foto Antara/Hendra Nurdiyansyah/pras.

Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan, aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih cukup tinggi.

Badan Geologi melaporkan, berdasarkan pengamatan hari ini (27/1) hingga pukul 12.00 WIB, terjadi gempa guguran sebanyak 17 kali dengan amplitudo 3-22 mm, berdurasi 24-116 detik di Merapi. Gempa guguran biasanya terjadi setelah erupsi. Penyebabnya adalah guguran lava, yang terjadi pada sistem pembentukan lava. Gempa guguran ini, yaitu gerakan yang terekam pada seismogram akibat jatuhnya fragmen lava ke bagian bawah akibat gravitasi bumi.

Pada periode yang sama, Badan Geologi juga mencatat terjadinya gempa hembusan sebanyak dua kali, dengan amplitudo 2-3 mm, dan berdurasi 8-14 detik di Merapi. Gempa hembusan adalah sinyal yang lebih impulsif dan terkait dengan proses pelepasan gas (degassing).

"Cuaca di Gunung Merapi berawan, angin bertiup lemah hingga sedang ke arah barat. Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor Selatan-Barat daya," kata Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/1)

Eko menjelaskan, potensi guguran lava dan awan panas itu meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal 7 km. Sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.