Mencegah hijrah berjubah radikal 

Gaya hidup hijrah yang tengah digandrungi generasi milenial potensial ditunggangi kelompok ideologi garis keras. 

Suasana diskusi bertajuk 'Tren Gaya Hidup Hijrah: Peluang atau Ancaman Bagi NKRI' di Hotel IBI Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (25/7). Alinea.id/Fadli Mubarok

Hijrah kini menjadi fenomena viral di kalangan generasi milenial. Di berbagai daerah, gelombang hijrah melanda. Meskipun secara etimologi bermakna positif, gelombang hijrah juga potensial ditunggangi kelompok ideologi garis keras. 

"Berbagai studi kasus, WNI sukarela meninggalkan Indonesia dan memilih membaiatkan diri kepada organisasi radikal seperti ISIS," ujar Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani dalam diskusi bertajuk 'Tren Gaya Hidup Hijrah: Peluang atau Ancaman Bagi NKRI' di Hotel IBI Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (25/7).

Menurut Jaleswari, saat ini pertarungan gagasan untuk memaknai hijrah masih terus terjadi di ruang publik. Sebagian memandang hijrah sebagai konsep 'lompatan' memperbaiki diri dengan mempraktikkan agama secara eksplisit. Lainnya memandang hijrah sebagai 'bibit' intoleransi dan mengancam pluralisme Indonesia. 

Kelompok hijrah kerap dianggap mengganggu lantaran kelewat vulgar dalam mengekspresikan keyakinan agama mereka. Bahkan, tak jarang mereka 'memaksa' orang lain yang tak sejalan untuk mengikuti jejak mereka  berhijrah. 

Karena itu, Jaleswari mengatakan, kelompok hijrah tidak boleh dibiarkan berkembang tanpa pengawasan. Pasalnya, komunitas hijrah rentan dikuasai oleh kelompok-kelompok radikal demi tujuan-tujuan politik yang bisa mengancam NKRI. 
 
"Yang perlu dilakukan adalah bagaimana memberikan pemahaman yang lebih baik dan mendorong mereka untuk tidak bersikap diskriminatif, judgemental, berprasangka dan seterusnya terhadap kelompok lain yang tidak beragama secara ekspresif," imbuhnya.