Protokol transportasi dan komunikasi Covid-19: Terlambat, kurang dipatuhi

Protokol komunikasi publik yang dikeluarkan pemerintah, dianggap terlambat.

Ilustrasi coronavirus di transportasi publik. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Sehari setelah pemberlakuan kebijakan pembatasan transportasi publik oleh Pemprov DKI Jakarta, beberapa halte bus Transjakarta terlihat lebih sepi dari biasanya. Pada Senin (16/3) sejumlah halte mengalami penumpukan penumpang karena kebijakan itu. Karena berisiko membuat penularan coronavirus jenis baru atau Covid-19 semakin bertambah dan ada arahan dari Presiden Joko Widodo, kebijakan itu dicabut.

Sepinya penumpang dipengaruhi kebijakan social distancing—tindakan pengendalian infeksi virus untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular, memberi jarak atau mengurangi kontak dengan orang sekitar—yang resmi dikeluarkan pemerintah pada Senin (16/3).

Di salah satu halte Transjakarta bilangan Jakarta Selatan, pengaturan jumlah penumpang dilakukan. Aktivitas ini untuk meminimalisir penularan coronavirus. Namun, petugas tak menyediakan alat pengukur suhu tubuh.

“Yang penting Anda tidak sedang demam kan?” ujar seorang petugas kepada reporter Alinea.id di sebuah halte Transjakarta, Jakarta Selatan, Selasa (17/3). Di dinding halte juga tak terpampang poster hidup bersih dan sarana penyanitasi tangan.

Penanganan lebih ketat dilakukan PT Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta. Menurut Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta Muhammad Kamaluddin, pihaknya sudah menerapkan jarak sosial terhadap penumpang dan membersihkan stasiun tiga kali sehari.