Obral istilah pembatasan dan berharap hasil berbeda, apa waras?

Mulai dari PSBB hingga PPKM mikro dan PPKM darurat, esensinya hampir sama. Kok berharap hasil berbeda?

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Pandemi Covid-19 sudah menghajar sendi-sendi kehidupan negeri ini selama setahun empat bulan. Berbagai jurus diracik pemerintah. Harapannya, penularan Covid-19 berangsur-angsur bisa dijinakkan.

Harapan itu masih jauh dari tercapai. Sejak awal Juli 2021, penambahan kasus positif terus menanjak. Seperti penggalan syair lagu 'Naik-naik ke Puncak Gunung', kasus positif karena virus Sars-Cov-2 terus meninggi. Varian Delta mengamuk seantero negeri. 

Pada 15 Juli lalu, tambahan kasus positif baru per hari mencapai 56.757 orang. Rekor baru kasus positif terus bertumbangan. 'Prestasi' ini membuat Indonesia berubah menjadi episentrum penularan Covid-19 di Asia, menggeser posisi India. 

Kunci mengendalikan penyakit akibat jasad renik ini, seperti disampaikan banyak epidemiolog adalah membatasi mobilitas warga. Pada saat yang sama, seperti diserukan epidemiolog UI Pandu Riono, dilakukan jurus 3T: testing, tracing, dan treatment.

Tidak tinggal diam, pemerintah amat aktif membatasi mobilitas warga. Salah satu bukti keaktifan itu adalah pemerintah selalu gonta-ganti istilah dalam kebijakan pembatasan mobilitas manusia.