Pemerintah diminta respons kehadiran kapal China di Natuna

Keseriusan negara dalam melindungi kepentingan nasional dan penegakan kedaulatan seharusnya menjadi prioritas utama.

China Coast Guard 5202 dan 5403 membayangi KRI Usman Harun-359 saat patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang menangkap ikan di ZEE Indonesia, Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Sabtu (11/1/2020). Foto Antara/M. Risyal Hidayat

Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi), Beni Sukadis, mendorong pemerintah segera merespons kehadiran kapal-kapal China di Laut Natuna Utara dengan mempertanyakan motif "Negeri Tirai Bambu" melewati dan beraktivitas di wilayah teritorial dan Zona Ekonomi Eksekutif (ZEE), terutama di perairan RI.

"Serta mengambil langkah-langkah konstruktif lainya yang menunjukan perlindungan kepentingan nasional, khususnya bagi keamanan warga Indonesia dalam melakukan aktivitas ekonomi di wilayah ZEE kita," ucapnya saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (18/9).

Langkah-langkah lain yang dapat diambil Indonesia, menurutnya, seperti mengerahkan TNI Angkatan Laut (AL) agar berpatroli di wilayah ZEE guna melindungi nelayan saat beraktivitas sehingga tidak merasa terintimidasi oleh kehadiran kapal-kapal China dan negara lainnya.

"Tanpa kehadiran efektif dari TNI AL di wilayah Natuna Utara, tentu bisa jadi celah bagi kapal-kapal asing untuk melakukan aktivitasnya," tegasnya. "Sehingga keseriusan pemerintah RI dalam melindungi kepentingan nasional dan penegakan kedaulatan Indonesia, khususnya di wilayah Natuna, seharusnya menjadi prioritas utama saat ini."

Beni mendorong demikian lantaran laut Natuna merupakan wilayah maritim Indonesia yang lebar dari garis pantai pulau terluar hingga ZEE diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Di dalamnya mengatur, bahwa RI hanya memiliki kedaulatan pada perairan di Kepulauan Natuna dalam lingkup Laut Teritorial sejauh 12 mil dari garis pantai dan laut pedalaman yang ada di antara kepulauan.