Pemerintah dinilai jalankan "politik kematian" tangani Covid-19

Laily mengaku, tidak terkejut ketika pemerintah tidak lagi mempertimbangkan jumlah kematian rakyat.

Ilustrasi pemakaman jenazah menggunakan protokol Covid-19/Alinea.id Oky Diaz

Feminis sekaligus Assistant Professor di bidang Pendidikan Antar-Agama di Claremont School of Theology, California, Amerika Serikat, Laily Fitry mengkritisi keputusan pemerintah menghilangkan data kematian dalam laporan perkembangan penanggulangan Covid-19. 

Menurut dia, langkah tersebut bukan hanya membuktikan pemerintah lari dari tanggung jawab atas rakyatnya, melainkan juga mencerminkan sistem politik ekstrem neoliberal telah menjadi prinsip utama yang dipegang oleh pemerintahan saat ini.

"Apa maknanya? Maknanya adalah, bagi pemerintah sekarang, melestarikan sistem ekonomi kapitalistik adalah tujuan utama mereka. Bukan untuk melindungi rakyat, melainkan untuk berserah kepada sistem ekonomi itu sendiri, yang tentunya hanya menguntungkan mereka yang memiliki modal dan kuasa," kata Laily saat dihubungi Alinea.id, Jumat (13/8).

Laily mengaku, tidak terkejut ketika pemerintah tidak lagi mempertimbangkan jumlah kematian rakyat. Kata dia, setiap pemerintahan yang berserah kepada sistem ekonomi-politik neoliberal harus menjalankan apa yang oleh filsuf ternama Achille Mbembe disebut sebagai "politik kematian".

Dia menjelaskan, politik kematian ini berarti bahwa memang ada segmen-segmen masyarakat tertentu seperti kaum miskin, petani kecil, nelayan kecil, kaum minoritas seksual dan jender, kaum disabilitas, perempuan, anak-anak, serta lain-lain yang memang telah 'disiapkan' untuk mati.