Program Kartu Prakerja dan munculnya lembaga pelatihan tak kompeten

Sejak diluncurkan pada Maret 2020, Kartu Prakerja mengundang polemik. Banyak masalah yang belum bisa terjawab.

Ilustrasi Kartu Prakerja. Alinea.id/Haditama.

Sungguh apes nasib Muhammad Ridwan—bukan nama sebenarnya. Pada Maret 2020, baru dua minggu bekerja sebagai staf administrasi di sebuah perusahaan fintech, akibat pandemi SARS-CoV-2 penyebab Coronavirus disease 2019 (Covid-19), ia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Perusahaan tempatnya bekerja harus melakukan hal itu sebagai strategi bertahan di masa pandemi. Malangnya, pemuda 24 tahun itu kesulitan mencari pekerjaan baru saat pandemi masih mengancam.

Lantas, berbekal informasi dari koleganya, Ridwan mencari peruntungan dengan mendaftarkan diri dalam program Kartu Prakerja—sebuah program “penyelamat” dari pemerintah yang diluncurkan pada Maret 2020.

Ridwan dinyatakan lolos pendaftaran gelombang pertama pada awal April 2020. Namun, prosesnya tak semudah yang ia bayangkan.

Ia tak paham metode pembelian program pelatihan yang disajikan delapan platform mitra program Kartu Prakerja, seperti Skill Academy by Ruangguru, Tokopedia, Mau Belajar Apa, Bukalapak, Pintaria, Sekolah.mu, Pijar Mahir, dan Kemenaker.go.id.