Rizieq Shihab dan bahaya politik akomodatif Jokowi

Negara dianggap membiarkan Rizieq Shihab dan kelompoknya berlaku seenaknya selama pandemi.

Ilustrasi pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Alinea.id/Oky Diaz

Dikelilingi puluhan orang dalam balutan pakaian serba putih, pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab duduk sambil berceramah di atas sebuah kursi kayu berukuran besar. Di depan Rizieq, ratusan pengikutnya berkumpul berdesak-desakan. 

Dengan menggebu-gebu, Rizieq mengulas peristiwa pemenggalan seorang guru di Prancis, belum lama ini. Sang guru dibunuh karena menunjukkan kartun Nabi Muhammad SAW bikinan majalah Charlie Hebdo kepada murid-muridnya sebagai gambaran pentingnya kebebasan berekspresi. 

Kepada khalayak, Rizieq berargumentasi Nabi tak boleh dihina dengan dalih apa pun. Ia juga mewanti-wanti agar kepolisian tak membiarkan penghinaan-penghinaan terhadap Nabi, Islam dan para ulama terjadi di Indonesia. 

"Kalau ada laporan penista-penista agama, proses dong. Yang menghina Nabi, menghina Islam, menghina ulama, proses. Kalau tidak diproses, jangan salahkan umat Islam kalau besok kepalanya ditepokkan di jalanan," kata Rizieq dalam video yang ditayangkan akun YouTube Front TV pada 14 November lalu. 

Ceramah Rizieq langsung memicu kontroversi. Di akun Twitter @JimlyAs, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut ceramah Rizieq berbahaya. Ia pun meminta aparat kepolisian tak membiarkan pernyataan-pernyataan provokatif Rizieq.