Smart Farming bangun pertanian di daerah tertinggal

Implementasi smarf farming di daerah tertinggal terus digenjot Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT) Kemendesa PDTT

penerapan teknologi dibidang pertanian dapat meningkatkan potensi pertanian.Ditjen PDT Kemendesa PDTT

Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam membangun ketahanan pangan dan memerlukan dukungan teknologi untuk memaksimalkan hasilnya. Oleh karena itulah, daerah tertinggal yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani, mulai memanfaatkan teknologi.

Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Dirjen PDT) Samsul Widodo mengungkapkan, konsep smart farming secara sederhana, bisa diartikan sebagai precision agriculture atau bertani yang tepat, karena dapat mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan dari setiap tanaman.

“Dari pengidentifikasian tersebut, petani menjadi lebih paham tindakan apa yang harus dilakukan pada setiap tanamannya. Tanaman mana yang membutuhkan air, tanaman mana yang harus diberikan pestisida, dan tanaman mana yang harus dipupuk,” ujar Samsul Widodo.

Penerapan teknologi dibidang pertanian dapat meningkatkan potensi pertanian karena akan turut menarik perhatian kaum muda untuk ikut serta menggeluti pertanian di daerahnya.

Implementasi smarf farming di daerah tertinggal terus digenjot oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Ditjen PDT) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT). Pada 2019, Ditjen PDT telah menetapkan lima kabupaten daerah tertinggal sebagai lokasi pilot project impelementasi smart farming, yaitu Situbondo, Dompu, Sumba Timur, dan Pasaman Barat.