Wiku: Mudik di masa pandemi, risikonya tinggi

Peningkatan kasus bukan hanya sekadar positif Covid-19, juga efek jika komorbid dan usia lanjut.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito. Foto: Lukas-Biro Pers Sekretariat Presiden

Pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) selama Bulan Suci Ramadan 1442 Hijriah. Larangan mudik ini berlaku mulai 6 hingga 17 Mei 2021.

Penerbitan SE ini dilatarbelakangi potensi peningkatan mobilitas masyarakat pada bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 2021, baik untuk kegiatan keagamaan, keluarga, maupun pariwisata yang memiliki risiko terhadap peningkatan laju penularan Covid-19.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, jika ada yang tetap memaksakan, akan menimbulkan mobilitas yang berpotensi meningkatkan penularan Covid-19. Peningkatan kasus bukan hanya sekadar positif Covid-19, juga efek jika komorbid dan usia lanjut.

“Kenaikan kasus penularan itu artinya adalah nyawa. Jadi, itu adalah konsekuensi publik yang harus kita tanggung. Karena itulah, kita katakan, jangan melakukan mudik,” ujar Wiku dalam Dialog KPCPEN, Mudik Ditunda Pandemi Mereda yang ditanyangkan di FMB9ID_IKP, Jumat (9/4).

Untuk itu, semua pihak harus belajar dari pengalaman yang menunjukan lonjakan kasus akibat mobilitas yang tinggi pada masa liburan panjang. Seperti pada libur Idulfitri tahun lalu yang terjadi lonjakan hingga 600 kasus tiap hari. Begitu juga saat libur panjang hari kemerdekaan tahun lalu terjadi lonjakan hingga 1.100 kasus per hari.