Peristiwa

'Bom waktu' stok jumbo beras Bulog

Produksi beras 2025 naik 13,54% jadi 34,77 juta ton, surplus tertinggi sejak 2019. Namun stok jumbo jadi bom waktu yang perlu diwaspadai.

Senin, 10 November 2025 17:17

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru produksi padi/beras, 3 November 2025. BPS memperkirakan produksi beras tahun ini 34,77 juta ton, naik 13,54% dari tahun lalu. Meskipun produksi Oktober-Desember 2025 masih potensi, kenaikan dua digit ini termasuk capaian luar biasa. Amat jarang produksi beras bisa naik lebih 5%. Karena itu, apresiasi patut diberikan kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan jajarannya.

Kebutuhan konsumsi tahun ini diperkirakan 30,9 juta ton. Jadi, ada surplus beras 3,87 juta ton. Ini surplus tahunan tertinggi sejak 2019. Hanya kalah dari 2018: 4,37 juta ton beras. Bukan hanya surplus. Tekad pemerintah di akhir tahun lalu tidak menugaskan Bulog impor beras juga kesampaian. Dengan semua capaian itu, Amran mengklaim Indonesia telah swasembada beras. Definisi swasembada, jelas dia, adalah ketika 90% kebutuhan bisa dipenuhi dari produksi domestik. Ada ruang impor 10%.

Capaian ini menambah panjang prestasi sebelumnya. Pada akhir Mei 2025, Menteri Amran menyampaikan ke publik bahwa stok beras di gudang Bulog mencapai 4 juta ton. Ini stok tertinggi sejak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini berdiri. Sebesar 1,8 juta ton dari 4 juta ton merupakan beras sisa stok tahun lalu. Rekor itu semakin lengkap tatkala Bulog mampu menyerap 3 juta ton setara beras pada akhir Agustus 2025, sesuai target tahun ini.

Serapan yang besar inilah yang membuat stok Bulog saat ini tinggi. Per 4 November 2025, stok beras Bulog mencapai 3,916 juta ton: 3,752 juta ton berupa cadangan beras pemerintah (CBP) dan 0,164 juta ton beras komersial. Di satu sisi bisa saja stok besar ini dianggap sebagai prestasi luar biasa sekaligus jadi instrumen penting buat jaga-jaga. Agar tidak ada pihak yang coba main-main, misalnya menahan stok. Di sisi lain, stok 3,9 juta ton juga bisa dianggap 'bom waktu' yang bisa meledak tiap saat.

Mengapa? Pertama, beras adalah barang tidak tahan lama. Sebaik apapun perawatan, risiko turun mutu tidak dapat dihilangkan sama sekali karena yang disimpan barang mudah rusak. Idealnya beras hanya disimpan 4 bulan. Lebih dari 4 bulan beras harus dikeluarkan dari gudang atau disalurkan. Kedua, selama dalam penyimpanan beras akan susut volume, berpotensi turun mutu, bahkan bisa rusak. Ketiga, semakin lama disimpan biaya pengelolaan semakin besar. Ini membebani Bulog sebagai korporasi.

Khudori Reporter
sat Editor

Tag Terkait

Berita Terkait