Crazy rich masuk kabinet, SMRC: Tak punya orientasi korupsi

Ini dianggap sebagai modal yang dimiliki Sandiaga Uno dan M. Lutfi.

Menparekraf, Sandiaga Uno, saat memimpin rapat di Kemenparekraf, DKI Jakarta. Twitter/@sandiuno

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan, berpendapat, masuknya nama-nama konglomerat (crazy rich) dalam Kabinet Indonesia Maju saat perombakan beberapa saat lalu adalah langkah tepat.

"Ini momennya tepat karena presiden, kita tahu, sudah banyak mengeluhkan kabinetnya tidak mampu melakukan penyesuaian dari normal mood ke crisis mood; tidak mampu menyerap anggaran dengan baik," katanya dalam webinar, Minggu (27/12).

Lebih lagi, sambungnya, dua pembantunya terjerat kasus korupsi, yaitu bekas Menteri Sosial (Mensos), Juliari P. Batubara dan eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Hal tersebut menyisakan ruang kosong dalam kabinet dan membuat koordinasi sedikit terhambat.

Selain itu, kekosongan kursi Kemensos-1 berkaitan langsung dengan pemulihan ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 melalui bantuan sosial (bansos). "Mensos itu perannya penting dan tidak bisa diganti dengan ad interim," ujarnya.

Untuk itu, Jayadi menilai, masuknya gerbong crazy rich Indonesia, seperti Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta M. Lutfi selaku Menteri Perdagangan, ke dalam pemerintahan dapat "memoles citra" pemerintahan yang jauh dari korupsi karena anak-anak kaya ini dianggap tidak memiliki orientasi mencuri uang negara.