Doni Monardo blak-blakan soal kelemahan UU Kekarantinaan Kesehatan

Beban pemerintah pusat dalam pelaksanaan karantina wilayah dirasa berat.

Anggota Satpol PP Kota Bogor membawa papan informasi dalam razia operasi kepatuhan Pembatasan Sosial Berskala Besar di jalan Suryakencana, Kota Bogor, Jawa Barat Minggu (3/5)/Foto Antara/Arif Firmansyah.

Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo merasa terdapat kekurangan dalam sejumlah aturan di Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, di antaranya terkait mitigasi. Doni merasa pelaksanaan pencegahan dalam karantina wilayah tidak diatur detail pada UU tersebut.

Diketahui, pada Pasal 49 regulasi itu menerangkan terdapat empat hal penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di wilayah pada situasi kedaruratan kesehatan. Pertama, karantina wilayah, kedua karantina rumah sakit, ketiga karantina wilayah, dan pembatasan sosial berskala besar.

"Tetapi, pada fatwa berikutnya belum ada penjelasan yang lebih detail tentang bagaimana upaya kita untuk menangani pencegahannya. Seperti halnya, kapan kekarantiaan itu diberlakukan," ujar Doni, dalam peluncuran "Buku Putih Penanganan COVID-19 di Indonesia," yang disiarkan secara virtual, Kamis (17/12).

Doni merasa beban pemerintah pusat dalam pelaksanaan karantina wilayah juga terbilang berat. Setidaknya, kegelisahan Doni tergambar pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dalam diktum itu disebutkan bawa selama dalam karantina wilayah, kebutuhan dasar hidup orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.