Lembaga survei cenderung menggiring publik

Cara cepat dan sederhana untuk menilai sebuah produk riset dari lembaga survei melihat komponen utama, yakni jumlah responden.

Paparan hasil survei dari Lembaga Survei terkait Pilkada Jatim/ Antara Foto

Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata menilai peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengatur tentang survei belum memadai untuk melindungi kepentingan publik. FFH menilai aturan tersebut sebatas untuk memaksa lembaga survei untuk memenuhi tuntutan akuntabilitas dari produknya. 

Aturan dimaksud adalah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Pada Pasal 49 disebutkan hasil survei atau jajak pendapat diumumkan ke publik dengan pemberitahuan sumber dana, metodologi, jumlah responden dan tanggal pelaksanaan.

"Aturan itu belum sepenuhnya dapat menjangkau untuk menilai apakah sebuah produk riset dari sebuah lembaga survei dikatakan tidak membohongi para pemilih," kata Dian seperti dikutip Antara.

Dian memberikan contoh salah satunya melalui teknik pertanyaan yang disampaikan kepada responden. Sebagai contoh, jika A (nama samaran kepala daerah saat ini atau petahana) berhasil mengurangi angka pengangguran, siapakah yang akan bapak atau ibu pilih sebagai calon kepala daerah pada pilkada mendatang? Pilihan jawabannya, ada kandidat A, B, C, dan seterusnya.

"Di sini responden atau pemilih sudah mulai digiring pada pilihan kandidat A. Atau menempatkan angka yang salah. Seperti angka tingkat kesukaaan publik lebih tinggi daripada angka tingkat keterkenalan seorang tokoh," katanya.