sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Asosiasi minta pungutan pajak e-commerce ditunda

Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengatakan pajak ini akan menjadi penghalang bagi perusahaan e-commerce dalam mengembangkan usaha.

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Senin, 14 Jan 2019 15:07 WIB
Asosiasi minta pungutan pajak e-commerce ditunda

Asosiasi E-Commerce Indonesia atau idEA meminta pemerintah untuk menunda dan mengkaji ulang pemberlakuan pajak bisnis jual beli daring (online). Ketua Umum idEA Ignatius Untung mengatakan pajak ini akan menjadi penghalang bagi perusahaan e-commerce dalam mengembangkan usaha.

“Pajak ini justru akan membebani para pelaku usaha yang baru merintis atau yang masih berusaha untuk bertahan hidup,” kata Untung dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (14/1).

Untung menyebutkan dari hasil studi yang dilakukan idEA, terdapat 1.765 pelaku UKM tersebar di 18 kota Indonesia. Dari hasil tersebut, 80% dari pelaku UMKM masih masuk kategori mikro, 15% masuk kategori kecil, dan hanya 5% yang sudah dikatakan masuk usaha menengah.

"Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak dari antara pengusaha mikro yang masih pada level coba-coba. Belum tentu mereka (UMKM) bertahan dalam beberapa bulan ke depan, di mana prioritas mereka pada tahap ini adalah untuk membangun bisnis yang bertahan," kata Untung.

Untung mengakui pemberlakuan PMK 120 ini memang akan menggenjot nilai pajak dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, pemberlakuan tanpa pandang bulu ini juga bisa menyurutkan pengusaha UMKM terutama mereka yang masih berjuang untuk bertahan.

“Untuk itu mari kita bersama-sama mencari agar penerimaan pajak bisa tercapai tanpa mengorbankan harapan pertumbuhan ekonomi dari UMKM jangka panjang," jelasnya.

Infrastruktur belum siap

Di sisi lain, Untung juga mengatakan infrastruktur yang ada belum mendukung untuk penerapan wajib pajak pada 1 April 2019 ini. Untung mengkritik soal Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan kartu tanda penduduk (KTP) yang masih bermasalah.

Sponsored

“Bagaimana jika e-commerce tidak bisa melakukan validasi NPWP? Sekarang saja banyak NPWP dan KTP palsu yang beredar. Masalah kesiapan infrastruktur ini sepertinya tidak akan terkejar. Hanya waktu 2,5 bulan tersisa," kata Untung.

Sementara itu, Untung juga menyebut butuh waktu lagi untuk mengkaji PMK 210 ini untuk diterapkan. Bahkan, tidak hanya satu atau dua bulan saja.

"Kita lagi menunggu data, kurang lebih dua minggu hipotesa. Mendesain 1 studi untuk melihat impact ke konsumen, kita butuh waktu tiga bulan. Dugaan kami tidak bisa di 2019. Paling cepat di 2020 itupun kalau semuanya lancar," jelas Untung.

Adapun jika nantinya aturan di berlakukan, idEA meminta kepada pemerintah untuk memperhatikan kembali validasi untuk NPWP di e-commernya. Kemudian memberikan perhatian khusus kepada konsumen yang melakukan transaksi gagal di e-commerce. 

Pasalnya, dalam transaksi e-commerce, terdapat kemungkinan untuk pengembalian (refund) maupun pembatalan (refund). “Saat pembayaran tentunya otomatis dipotong pajak. Tapi bagaimana jika terjadi cancel atau refund. Itu yang perlu diperhatikan lagi," katanya.

Sebelumnya, pemerintah resmi mengeluarkan aturan pajak bisnis jual beli daring (online) atau e-commerce yang berlaku 1 April 2019 mendatang. Aturan itu termuat di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Aturan meliputi kewajiban penyedia platform marketplace seperti Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain itu, pelaku overthe-top di bidang transportasi masuk sebagai platform marketplace.

Selanjutnya, bagi e-commerce di luar Platform marketplace, maka pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdagangan barang dan jasa melalui online retail, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPh sesuai ketentuan yang berlaku.


 

Berita Lainnya
×
tekid