sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bank Dunia proyeksi defisit transaksi berjalan Indonesia tembus 2,4%

Bank Dunia (World Bank) memproyeksi defisit transaksi berjalan Indonesia akan menembus 2,4% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini.

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Jumat, 21 Sep 2018 03:23 WIB
Bank Dunia proyeksi defisit transaksi berjalan Indonesia tembus 2,4%

Bank Dunia (World Bank) memproyeksi defisit transaksi berjalan Indonesia akan menembus 2,4% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini.

Proyeksi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) bakal melebar 0,4% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 1,7% terhadap PDB.

Lead Economist Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander menyebut hal itu dipicu oleh adanya permintaan investasi yang kuat dengan adanya pertumbuhan impor barang modal, sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia. 

Sementara komoditas ekspor terbesar Indonesia, yakni batu bara dan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) justru menurun menjelang paruh kedua tahun ini. 

"Pada akhirnya meskipun momentum kenaikan investasi meningkat, namun itu justru juga mendorong terhadap pelebaran transaksi berjalan," jelas Frederico di Jakarta, Kamis (20/9). 

Frederico juga menilai, langkah-langkah untuk memberlakukan pemotongan pajak atas impor dan menunda investasi publik, tidak akan memiliki dampak yang besar pada transaksi berjalan dalam waktu dekat ini.

Tentu, kata dia, hal itu akan berdampak terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi. Namun, di sisi lain, komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas dan menanggulangi risiko dinilai masih cukup kuat. 

"Faktanyanya bahwa ekonomi Indonesia telah mengembangkan reputasi stabilitas dan kerangka makro yang solid. Itu sebenarnya berkontribusi pada kepercayaan investor," jelas Frederico.  

Sponsored

Di sisi lain, dia memproyeksikan CAD akan stabil menjadi 2,3% pada tahun 2019. Hal itu disebabkan karena adanya arus keluar pendapatan utama yang lebih rendah diimbangi oleh aturan perdagangan yang lebih ketat. 

Serta, permintaan investasi yang terus berlanjut untuk barang modal yang diimpor, dan menurunnnya pertumbuhan mitra dagang utama. 

"Dividen perusahaan asing ditahan di dalam negeri, karena nilai tukar terhadap dollar As rendah. Sehingga itu mempengaruhi permintaan impor yang menurun pada tahun 2019," jelas Frederico. 

Berita Lainnya
×
tekid