BEI: Minat IPO masih tinggi di tengah pandemi Covid-19
Indonesia menempati posisi tertinggi dari jumlah perusahaan yang melakukan IPO di Asia Tenggara.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut minat perusahaan untuk melantai di bursa masih tinggi meskipunn ada pandemi Covid-19.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, berdasarkan Ernst & Young global report, Indonesia menempati posisi tertinggi dari jumlah perusahaan yang melakukan IPO di Asia Tenggara sampai dengan saat ini.
"Pertimbangan perusahaan untuk tetap melaksanakan IPO karena kebutuhan dana dari perusahaan untuk mengembangkan usaha," kata Nyoman melalui pesan instan, Rabu (8/4) malam.
Selain itu, Nyoman melanjutkan, otoritas pasar modal juga memberikan dukungan kebijakan dengan relaksasi jangka waktu umur Laporan Keuangan dan Laporan Penilai dalam rangka Penawaran Umum selama dua bulan.
"Tidak kalah pentingnya juga adalah adanya dukungan dari investor pasar modal untuk berpartisipasi di perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana," tutur Nyoman.
Untuk diketahui, dalam pipeline penawaran terbaru BEI per 6 April 2020, terdapat 22 perusahaan yang siap melakukan IPO. Rinciannya, 12 perusahaan berskala besar dengan jumlah aset lebih dari Rp250 miliar, tujuh perusahaan berskala medium dengan total aset antara Rp50 miliar hingga Rp250 miliar, dan tiga perusahaan kecil dengan total aset kurang dari Rp50 miliar.
Dalam pipeline tersebut, BEI juga mencatat akan ada 17 penawaran obligasi dan sukuk yang akan dikeluarkan oleh 16 issuer. Jumlah total dari 17 penawaran obligasi tersebut akan mencapai Rp23,050 triliun
Meskipun demikian, Nyoman tak menampik ada pengaruh dari pandemi Covid-19. Secara umum, kata Nyoman, kinerja beberapa sektor terdampak dengan kondisi pandemi seperti ini.
"Hal yang membedakan adalah seberapa besar signifikansi dampak terhadap sektor atau industri tertentu," ujarnya.
Nyoman menuturkan kondisi saat ini kemampuan dan pengalaman dari manajemen perusahaan sangat penting sehingga bisnis mereka dapat bertahan. Selain itu, perusahaan juga harus mengoptimalkan biaya dan mampu mempertahankan pendapatan.
Di samping itu, kata Nyoman, manajemen juga dituntut mencari alternatif pendapatan baru dan memastikan kesiapan infrastruktur dalam menghadapi pandemi termasuk Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).