sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Benarkah tarif tol di Indonesia termahal se-Asia Tenggara?

BPN menyebut, untuk masuk dan melintasi jalan tol, pengemudi harus merogoh kocek sebesar Rp1.300 per kilometer.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Kamis, 14 Feb 2019 18:23 WIB
 Benarkah tarif tol di Indonesia termahal se-Asia Tenggara?

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno menarik kesimpulan bahwa tarif jalan tol di Indonesia merupakan tarif termahal di Asia Tenggara. Pihak BPN menyebut, untuk masuk dan melintasi jalan tol, pengemudi harus merogoh kocek sebesar Rp1.300 per kilometer.

Sementara tarif jalan tol di negara-negara tetangga jauh lebih murah. Perinciannya, Singapura berkisar Rp778 per kilometer, Malaysia Rp492 per kilometer, Thailand Rp440 per kilometer, Vietnam Rp1.200 per kilometer, dan Filipina Rp1.050 per kilometer.

“Ada perbandingan dari berbagai negara kalau tarif tol kita mahal. Pak Basuki (Basuki Hadimoeljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) kan pernah bilang, perbandingan kita enggak apple to apple. Sekarang, kita melakukan perbandingannya ruas tol di Merak dengan Johor di Malaysia, itu selisih Rp200,” kata juru bicara BPN Suhendra Ratu Prawiranegara saat dihubungi reporter Alinea.id, Rabu (13/2).

Selain di negara-negara Asia Tenggara, mantan staf khusus Menteri Pekerjaan Umum tersebut pun membandingkan tarif jalan tol Trans Jawa dengan jalan tol di Brasil. Menurut Suhendra, hasilnya tarif jalan tol di Brasil lebih murah Rp400 daripada tarif jalan tol Trans Jawa.

Sebagai informasi, mega proyek jalan tol Trans Jawa yang menghubungkan ujung barat ke ujung timur Pulau Jawa itu memakan investasi Rp67,94 triliun. Pengemudi yang masuk dan melintas jalan bebas hambatan tersebut harus mengeluarkan ongkos tak sedikit.

Untuk kendaraan golongan I (kendaraan pribadi), dari Jakarta ke Surabaya dikenakan tarif Rp660.500. Kendaraan golongan IV (truk dengan 4 gandar) sebesar Rp990.750. Sedangkan untuk kendaraan golongan V (truk dengan 5 gandar), dari Jakarta ke Surabaya dikenakan biaya Rp1,3 juta.

Suhendra melanjutkan, data perbandingan tarif tol itu dihimpun tim BPN dari berbagai sumber. “Termasuk riset dari media televisi yang ke sana. Di Malaysia kita juga tanya ke penduduknya langsung,” ujar Suhendra.

Suhendra menyarankan pemerintah untuk merevisi tarif jalan tol. Menurut dia, banyak sopir truk yang mengeluh mahal. “Dan pemerintah mengakui sendiri jika tarif tol mahal, dan akan dikaji ulang,” ujarnya.

Perbandingan negara Asia Tenggara

North Luzon Expressway (NLEX) di Santa Rita, Bulacan, Filipina. (wikipedia.org).

Berdasarkan situs Plus Expressways, di Malaysia ada ruas tol North-South Expressway (NSE), yang merupakan jalan tol terpanjang, membentang 772 kilometer.

Tarif dari gerbang tol Jitra di Kedah ke Skudai di Johor, dikenakan tarif RM204,20 atau setara Rp706.993 (kurs Rp3.462 pada 14 Februari 2019). Tarif sebesar itu berlaku untuk kendaraan kelas 3, yang memiliki 3 gardan atau lebih.

Untuk kendaraan golongan I atau kendaraan pribadi, jalan tol Jitra-Skudai ditarik ongkos RM102,30 atau setara Rp354.613. Bila tarif itu dibagi rata-rata per kilometer, tarif terjauh di lintas NSE sebesar Rp915,79 per kilometer. Tarif itu memang lebih rendah jika dibandingkan tarif tol Jakarta ke Surabaya, sebesar Rp1.579 per kilometer.

Sementara itu di Thailand, berdasarkan situs EXHAT, besaran tarif tol untuk kendaraan roda 6 hingga 10 adalah ?75, setara dengan Rp33.696 (kurs Rp449,86 pada 14 Februari 2019). Sedangkan untuk kendaraan roda lebih dari 10, sebesar ?110, setara Rp49.483,85 di Tol Chalerm Maha Nakhon yang berjarak 27,1 kilometer.

Sedangkan di Filipina, menurut data resmi Department of Transportation, ruas tol North Luzon Expressway (NLEX) yang panjangnya 84 kilometer, membentang dari Balintawak di Quezon City hingga Santa Ines di Pampanga, ditarik tarif PHP708 atau setara Rp190.618 untuk kendaraan berat, seperti truk. Mobil pribadi, tarif tol di NLEX sebesar PHP236 atau Rp63.505,96.

Jika dibandingkan dengan tarif tol Trans Jawa, ongkos masuk jalan tol di negara-negara tetangga tadi memang lebih murah. Akan tetapi, yang perlu diingat, tol-tol yang sudah disebutkan tadi dibangun jauh sebelum tol Trans Jawa.

Semakin lebih dulu dibangun, maka tarif tol tersebut bisa lebih rendah. Tol Chalerm Maha Nakhon dibangun pada 1981, North-South Expressway dibangun pada 1982, dan NLEX dibangun pada 1965.

Wajar kalau mahal

Menanggapi masalah tarif tol ini, pengamat infrastruktur dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Harun Al Rasyid Lubis menilai wajar bila tarif tol Trans Jawa mahal. Dia berpendapat, bila tarif tol dirasa memberatkan, maka masyarakat tak usah melintasi tol.

“Karena setiap ruas jalan tol harus dihitung pengembalian investasinya,” kata ketua Masyarakat Infrastruktur Indonesia ini saat dihubungi, Rabu (13/2).

Mengacu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Pasal 48 ayat 1, tarif tol dihitung berdasarkan tiga hal. Pertama, kemampuan bayar pengguna jalan. Kedua, besar keuntungan biaya operasional kendaraan (BKBOK). Ketiga, kelayakan investasi.

Mengacu pada pasal tersebut, Harun mengatakan tarif tol tak boleh lebih dari 70% BKBOK. Sejauh ini, Harun tak melihat kemungkinan tarif tol akan diturunkan.

“Logikanya, tarif tol enggak mungkin turun, kecuali ada perjanjian di awal seperti di Malaysia,” kata Harun.

Menurutnya, tarif tol di Indonesia justru akan naik setiap dua tahun sekali, seperti yang dijabarkan dalam Pasal 48 ayat 3 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Pasal 48 ayat 3 menyebutkan, evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali, berdasarkan pengaruh laju inflasi.

Jika ada yang mengatakan tarif tol di Indonesia termahal di ASEAN, Harun mengatakan, aturan tarif tol memang berbeda di setiap negara. Di Jepang misalnya, kata Harun, mereka memiliki sistem tol satu harga. Bukan per ruas seperti di Indonesia.

“Jadi Jepang memberikan subsidi silang,” ujar Harun.

Sejumlah pengendara kendaraan melintasi gerbang Tol Jagorawi, Bogor, Jawa Barat, Selasa (12/2). (Antara Foto).

Pengusaha bus tak masalah

Pengusaha bus malah menyambut gembira dengan adanya tol Trans Jawa. Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan mengatakan, tak mempermasalahkan tarif tol yang dianggap mahal.

“Kami sangat diuntungkan dengan waktu tempuh yang semakin singkat,” kata Sani, sapaan Kurnia Lesani Adam, saat dihubungi, Kamis (14/2).

Memang, kehadiran jalan tol Trans Jawa tak disangsikan memangkas waktu tempuh perjalanan. Bila melalui jalan tol ini, Jakarta ke Surabaya bisa ditempuh hanya 9 hingga 10 jam.

Sani sendiri telah tiga kali melintasi tol Trans Jawa, dan merasakan keuntungan ekonomisnya. Ketika dihubungi, kebetulan dia sedang melintas di tol Trans Jawa. Dia mengatakan, berangkat dari Jakarta pukul 07.30 dan pada pukul 13.50 busnya hampir sampai di Semarang.

“Kita (pengusaha bus) bisa menaikkan rate. Biasanya satu kali pulang-pergi ke Jawa Tengah memakan waktu dua hari. Saat ini, dalam waktu 24 jam kita bisa satu kali pulang-pergi Jawa Tengah,” ujarnya.

Sejak dioperasikannya tol Trans Jawa, Sani melihat antusiasme masyarakat naik angkutan umum. Hal ini dibuktikannya dengan meningkatnya jumlah penumpang 15% hingga 20%.

Sementara untuk tiket bus, Sani dan pengusaha bus lainnya belum menaikkan harga, meski biaya yang harus dikeluarkan mereka untuk melintasi tol Trans Jawa tidak murah.

“Kita akan menyesuaikan tarif pada peak season,” kata Sani.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid