sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BI diyakini kembali naikkan suku bunga acuan

Pengetatan moneter BI sangat mungkin terus berlanjut, bahkan sampai 2019

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Kamis, 28 Jun 2018 16:34 WIB
BI diyakini kembali naikkan suku bunga acuan

INDEF meyakini Bank Indonesia (BI) akan kembali menaikkan suku bunga acuan/BI 7 Day Repo Rate pada pelaksanaan Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung pada Jumat (29/6).

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira memperkirakan, Bank Indonesia kembali menaikkan lagi BI 7 Day Repo Rate sebesar 25 basis poin pada pelaksanaan RDG. 

"Sampai akhir tahun, kemungkinan BI 7 Days Repo Rate bisa naik empat bahkan lima kali. Tekanan Rupiah yang terus meningkat menjadi penyebabnya. Ditambah lagi defisit transaksi berjalan melebar dan makin berkualitas. Jadi, pengetatan moneter BI sangat mungkin terus berlanjut, bahkan sampai 2019," jelas Bhima, saat dihubungi, Kamis (28/6). 

Pelemahan nilai tukar Rupiah terjadi karena besarnya tekanan global setelah perang dagang AS dengan China berlanjut. Lainnya adalah adanya ekspektasi kenaikkan Fed Rate hingga sampai lima kali dan kenaikkan harga minyak karena Presiden AS, Donald Trump menyerukan boikot impor minyak dari Iran. 

Hal itu mengakibatkan, Index Dollar AS langsung melonjak ke urutan 95, artinya Dolar AS menguat terhadap mata uang dominan lainnya. 

Sayangnya, dari dalam negeri, data ekonomi di bawah ekspektasi. Misalnya neraca perdagangan Mei kembali defisit sampai mencapai US$ 1,52 milliar, serta defisit transaksi berjalan yang melebar dan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2018 yang dilakukan beberapa lembaga dikoreksi turun, alias sulit menembus 5,4%. 

"Itulah yang membuat pelaku pasar melakukan net sale atau aksi jual di bursa saham dan pasar surat utang. Efek kenaikkan bunga acuan, jika dilakukan pun sangat kecil dampaknya dan lebih temporer. Terkecuali ada kejutan naiknya hingga 50 basis poin, mungkin dana asing akan tertahan," jelas Bhima. 

Sekarang, hanya suku bunga acuan yang menjadi andalan, sementara dari sisi pemerintah tidak bergerak. Tentunya ini memberatkan Bank Indonesia. Bank Indonesia sudah kerja keras dan melakukan intervensi cadangan devisa yang sekarang berkurang US$ 9 milliar sejak Januari sampai Mei. Upaya pemerintah mendongkrak kinerja ekspor terkesan terlambat.

Sponsored

"Memang ini kondisi yang penuh ketidakpastian dan tantangan," kata Presiden Direktur PT OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja kepada Antara.

Tekanan ekonomi eksternal, menurut Parwati, semakin kencang di pertengahan tahun ini karena konsensus pelaku pasar global yang semakin meyakini empat kali kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS The Fed tahun ini.

Selain itu perang dagang antara China dan AS juga semakin memanas dan membuat pasar keuangan global dibayangi oleh ketidakpastian.

Sementara berdasarkan data yahoo finance, Rupiah semakin melemah terhadap US$. Dimana satu US$ dihargai Rp14.385. US$ juga sempat menembus Rp14.400. Perdagangan US$ terhadap Rupiah berada dikisaran 14.171 - 14.434 per Dolar AS.

Berita Lainnya
×
tekid